Menjaga kewarasaan saat menjadi orang tua itu sulit. Terkadang ibu atau ayah sering lepas kendali dalam memberikan pendidikan. Bagaimanapun anak juga manusia, mereka memiliki perasaan dan pikiran, orang tua tak mampu mengontrolnya. Sedangkan oang tua, karena pengalaman dan ilmu yang telah ada mampu belajar mengendalikan diri .
Di sinilah peran kita untuk membedakan dan juga sekaligus memberikan contoh dalam mengekspresikan emosi jika menghadapi suatu masalah. Agar kita terbiasa untuk menempatkan emosi secara tepat.
Di bawah ini ada 12 gaya populer yang sering kita lakukan walau tahu itu tak dibenarkan, di antaranya:
Memerintah.
Tujuan: mengendalikan suatu permasalahan dalam waktu singkat.
Pesan yang anak terima: ketaatan itu utama, anak selalu salah dan dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah.
Cara menyiasati: Memerintah sekaligus memberikan contoh atau teladan. Selain itu, menyertakan kata tolong.
“Kak, tolong bantu Mama membuang sampah.”
Menyalahkan
Tujuan: menunjukkan kesalahan anak.
Pesan yang anak terima: Anak tidak penah melakukan sesuatu dengan benar atau baik.
Cara menyiasati:
- Ada jeda dalam memberitahukan kesalahan anak.
“Kemarin Hakim kenapa mencuri uang ibu?”
- Tidak mengungkit kesalahan, tetapi justru menanyakan apa yang akan dilakukan setelahnya. Istilahnya fokus pada solusi.
“ Menurut Hakim, tindakan kemarin bagaimana? Apa yang akan Hakim lakukan setelahnya?”
Meremehkan
Tujuan: memperlihatkan senioritas, orang tua lebih berpengalaman dan lebih tahu dari anak.
Pesan yang anak terima: Anak tidak berharga atau tidak mampu. Anak harus menurut walau benar.
Cara menyiasati: Misal mengenai kemampuan mandi. Orang tua memberikan apresiasi, bisa berupa pujian atas apa yang telah dilakukan. Menunjukkan perbaikan atau kekurangan yang ada dan menyemangati untuk konsisten melakukannya.
“Terimakasih Hakim sudah mandi sendiri. Pinter besok lagi ya. Eh, besok bagian ketiak dan anus dibersihkan lagi. Jangan lupa sikat gigi ya.”
Membandingkan
Tujuan: Anak lebih termotivasi
Pesan yang anak terima: adanya pilih kasih, anak tidak disayang dan merasa tidak dihargai.
Cara menyiasati: Melakukan perbandingan dengan tokoh idola, selain itu fokus pada sisi positif anak.
“Kakak bisa seperti Jungkok BTS yang pandai bernyanyi. Sudahkah latihan seperti dia? Setiap hari dan setiap waktu digunakan untuk olah vokal. Kesuksesan itu tidak instan lo.”
Mencap/ Melabeli
Tujuan: Orang tua memaparkan kekurangan anak agar anak dapat memperbaiki diri.
Pesan yang anak terima: itulah aku dalam tanggapan negatif.
Cara menyiasati: ketika memberikan label disertai sebuah solusi.
“Ibu berharap anak ibu tidak diejek bodoh lagi oleh orang lain. Tetap rajin belajar ya, siapa tahu nanti Hakim bisa membuat kereta sepeti keinginan.”
Mengancam
Tujuan: Supaya anak menjadi patuh.
Pesan yang anak terima: Anak menjadi takut dan mudah cemas.
Cara menyiasati: Orang tua mengalihkan perkataan yang dianggap tidak baik dengan doa sewaktu marah. Selain itu mengajukan pilihan.
“Ya Allah, Hakim kok pinternya kebangeten. Mau mandi dan kita pergi jalan-jalan, atau tetap bermain di rumah dan kita tidak jalan-jalan.”
Menasehati
Tujuan: Supaya anak menjadi tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
Pesan yang anak terima: orang tua sok bijaksana, sok tahu, bawel dan kampungan.
Cara menyiasati:
- Hindari langsung menasehati sesaat setelah kejadian berlangsung.
- Tunggu waktu yang rileks untuk memberitahunya.
- Mengobrol santai dan berkomunikasi dua arah. Anak menceritakan apa yang dialami dan memaparkan pendapatnya. Sedangkan orang tua melakukan tambal sulam, jika anak sudah tahu dibiarkan, jika sebaliknya baru diberitahu.
Membohongi
Tujuan: membuat urusan menjadi lebih gampang, kadang untuk tidak menyakitinya.
Pesan yang anak terima: orang tua atau orang di sekelilingnya tak bisa dipercaya.
Cara menyiasatinya dengan melatih kejujuran sejak dini di antara anak dengan orang tuanya. Apa pun itu, lebih baik pahit di awal daipada harus memupuk kebohongan demi tujuan yang belum tentu kebenarannya.
Menghibur
Tujuan: Membuat anak merasa tenang dan senang dalam waktu singkat dengan jangka waktu lebih lama. orang tua menjauhkan anak dari rasa kecewa apalagi merasa kesusahan.
Pesan yang anak terima: anak bisa lepas dari masalah dan tanggung jawab dengan mudah. Anak pun jadi lebih mudah mengandalkan orang lain.
Cara menyiasati: misal anak jatuh dari meja
Hindari mengatakan, ini pasti karena ada tikus ya.
- Biarkan anak merasakan sakit dari permasalahan yang ada, tetapi pastikan kita berada di dekatnya.
- Langsung menghibur tidak menyelesaikan masalah, lebih baik tenangkan dia terlebih dahulu.
- Setelah tangisnya reda dan situasi tenang, baru ajukan beberapa pertanyaan.
- Tanyakan apa yang terjadi, jelaskan apa yang dirasakan. Termasuk sakit, marah ataupun kesal yang dialami.
Mengkritik
Tujuan: meningkatkan kemampuan anak.
Pesan yang anak terima: ia selalu merasa salah dan kurang.
Cara menyiasati: fokus pada kelebihan anak. Dari pada mulut banyak mengeluarkan kata negatif, lebih baik kita memberikan pelukan.
Menyindir
Tujuan: memotivasi, mengingatkan dengan mencontohkan hal yang sebaliknya.
Pesan yang anak terima: ia tidak berharga dan disepelekan. Seringkali juga menyebabkan sakit hati.
Cara menyiasati:
Daripada menyindir lebih baik mengajak bicara dari hati ke hati. Selain itu, mengajak dengan memberikan contoh. Misal mengajarkan salat.
- Ajakan pertama berupa bisikan lembut.
- Menunggu waktu rileks untuk mengutarakan persoalan yang ada. Semisal subuh, di pagi hari kita relakan menunggu sampai ia terbangun.
- Konsisten mengulangi tanpa menggurui.
- Mengurangi amarah dan memperbanyak doa.
Menganalisa
Tujuan: mencari sebab positif/ negatif dari kesalahan serupa agar anak tidak melakukan yang sama.
Pesan yang anak terima: orang tua telalu parno dan berpikir berlebihan.
Misal ada anak tetangga yang sakit mata karena melihat ponsel berlebih.
Cara menyiasati:
- Tidak perlu menjelaskan analisa kita pada anak! Cukup bertanya, menurut kakak yang terjadi dengan anak tetangga itu bagaimana?
- Memberikan kebebasan yang bertanggungjawab. Orang tua memberikan kewenangan, tetapi anak tidak melupakan tanggung jawabnya. Misal dalam kehidupan sekolah, orang tua memperbolehkan anak bermain dengan siapa pun asalkan izin dan kegiatan sekolah tidak terganggu.
Sekian, semoga kita dapat mempraktikkannya di rumah.