Kembali belajar di Bunda Cekatan. Sebelumnya kita belajar secara visual. Kali ini aku belajar melalui audio. Susah? Tidak begitu hanya saja ini pengalaman baru. Bagaimana kita bisa belajar fokus pada suara untuk mendapatkan sumber ilmu.
Mengolah Keinginan
Hasil sharing dengan ibu Budi, founder SD Syakila Yogyakarta (Ramah bakat)
Cermatilah, dua kasus di bawah ini!
- Anton, seorang mahasiswa S2, hampir saja bunuh diri karena hasil penelitiannya berturut-turut ditolak sang dosen. Sudah 4x. Padahal semua ide penelitian berasal dari sang dosen. Dicap sebagai mahasiswa gagal. Dipermalukan dalam seminar hasil. Yang lebih parah, orang tua sudah terlanjur berkoar-koar perihal dirinya sebagai lulusan terbaik dari universitas terbaik di Jogja.
- Susi sebagai dosen baru memiliki tanggungjawab lebih sebagai wakil dekan. Ia yang hanya berfokus pada peningkatan karir membangun pertahanan dengan kata-kata tajam. Ia keras pada diri sendiri. Di sisi lain, keluarga tidak ada yang menanyakan keinginannya bahkan cenderung terlalu banyak menuntut dan tidak puas akan pencapaiannya.
Semua persoalan di atas bermuara dari adanya keinginan. Si Anton berupaya memenuhi keinginan orang tua. Ia ingin diterima sebagai anak yang mampu membahagiakan orang tua. Namun, ia mendapat dosen seperti Susi yang memandang rendah dari segala arah.
Dari sisi Susi, ia memiliki banyak keinginan yang maunya terkabul semua. Sayangnya keduanya tidak sejalan dan cenderung berkebalikan. Sungguh, keinginan dapat membuat kita merasa menderita bila tidak tercapai. Pun hal ini berimbas pada orang-orang di sekitar.
Karena suatu keinginan tidak tercapai, ada kalanya seseorang putus asa. Ada yang melampiaskannya dengan usaha bunuh diri. Ada juga yang merespon dengan meniadakan keinginan yang menyebabkannya kecewa. Dapat diambil contoh, Anton akhirnya memilih mengundurkan diri karena setiap kali mengajukan hasil penelitian selalu ditolak sang dosen dengan berbagai alasannya. Belum lagi perihal hinaan verbal yang seringkali ia dengar saat bertatap nuka.
Bila keinginan tidak terpenuhi, kita dapat merasa kecewa, sedih, marah, dan merasa menderita. Bahkan seseorang dapat menderita (sakit fisik atau psikis) karena terlalu mengejar sesuatu hal dalam hidupnya. Namun, meniadakan keinginan seperti yang Anton lakukan juga tidak menjamin kebahagiaan.
Keinginan yang kuat tetapi terkendali dan tidak egoistis, sangat dibutuhkan agar kita mengalami kemajuan serta hidup tenteram bersama orang lain. Keinginan yang terkendali disebut sebagai kehendak.
Catatan Merah
Sepanjang hidup, selalu ada keinginan dalam diri manusia. Keinginan atau motivasi merupakan penggerak perilaku. Untuk dapat berjalan, kita tidak hanya membutuhkan kaki sehat, tetapi juga perlu keinginan untuk berjalan. Untuk bicara, kita tidak hanya memerlukan alat-alat tubuh untuk bicara, melainkan juga mensyaratkan adanya keinginan bicara. Untuk hidup kita bukan hanya butuh makanan dan pakaian, tetapi diperlukan juga keinginan untuk hidup.
Kehidupan yang nyaman, kehidupan yang sejahtera, pekerjaan mapan, keluarga bahagia, dsb, semuanya dapat terwujud karena adanya keinginan atau kehendak. Namun, tidak semua keinginan berwujud kebaikan, misal: Dosen seperti Susi yang senang melihat anak bimbingannya dropout karena tidak sesuai dengan standar yang dibangun. Keinginan Susi ini menimbulkan perpecahan,pertengkaran bahkan sakit hati seumur hidup.
Dengan demikian, keinginan dapat dibedakan atas keinginan yang luhur dan yang merusak (destruktif). Keinginan luhur, dalam jangka panjang menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Sementara itu, keinginan destruktif (biasanya merupakan keinginan egoistis dari individu atau kelompok) dalam jangka panjang menghasilkan hal-hal yang merusak dan menimbulkan kesengsaraan bagi diri sendiri dan orang lain.
Di sisi lain, keinginan juga dapat dibedakan dari hal kuat atau lemahnya keinginan tersebut. Bila kita memiliki keinginan yang kuat dalam satu hal, kita memiliki daya penggerak untuk mewujudkannya menjadi suatu tindakan. Lain halnya bila kita hanya sedikit memiliki keinginan dalam suatu hal, kita juga hanya memiliki sedikit daya penggerak untuk mewujudkannya menjadi suatu tindakan. Jadi, bila dalam hidup kita memiliki keinginan yang kuat, besar kemungkinan kita untuk mencapai sesuatu seperti yang kita inginkan.
Selain itu, keinginan dapat dibedakan dari terkendali atau tidaknya. Keinginan yang tidak terkendali menyeruak tanpa memedulikan situasi lingkungan atau pun diri sendiri, dan bila tidak tercapai kita akan merasa sangat menderita (frustrasi). Sementara keinginan yang terkendali, meskipun mungkin kuat, perwujudannya dalam tindakan tetap menimbang situasi lingkungan dan diri sendiri, dan bila tidak tercapai kita tidak sampai sangat menderita.
Dapatkah kita bisa mengelola keinginan?
Bila pikiran tenang, ia akan menghasilkan pemikiran yang benar dan kebijaksanaan memancar darinya. Dalam ketenangan pikiran, kehendak dan kebijaksanaan menyatu dan mengantarkan seseorang pada keberhasilan. Dalam kaitannya dengan mengelola keinginan, istilah pemikiran yang benar tersebut berarti pemahaman yang benar terhadap keinginan yang ada dalam diri sendiri dan juga bagaimana mewujudkannya agar tidak mengganggu keselarasan dalam hubungan dengan orang lain. Untuk itu diperlukan juga pemahaman terhadap keinginan orang lain. Bila terdapat pengertian yang utuh antara keinginan sendiri dan keinginan orang lain, kita akan menemukan posisi yang tepat untuk menentukan tindakan yang terbaik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dengan mengenali keinginan-keinginan diri secara demikian, selanjutnya kita akan menemukan bahwa keinginan-keinginan kita yang egoistis atau keinginan-keinginan primitif mereda, sementara keinginan-keinginan yang luhur yang selaras dengan orang lain diperkuat.
Hal ini terjadi karena pemahaman yang utuh tersebut menghasilkan empati terhadap orang lain dan rasa sama dengan orang lain. Dengan sendirinya, keinginan-keinginan kita yang berkembang lebih lanjut adalah keinginan-keinginan yang selaras dengan orang lain atau keinginan-keinginan yang terkendali, yakni kehendak.
Jadi, siapkah menyelaraskan keinginan kita dengan keinginan orang lain?
Belajar dari Potluck Lain
Nah, kalau yang tadi aku belajar mandiri, kali ini aku memilih 3 tema yang dibuat oleh teman seperjuangan di Bunda Cekatan, Melalui apa? Audio juga. Kami di sini berlatih membuat media pembelajaran berupa audio, semacam podcast agar dapat dinikmati satu sama lain.
Sendi Prima Dewi
Regu Macan Dahan-Regional Jakarta
Cara meregulasi emosi bagi ibu, tahan diri untuk berbicara dan diam. Tahan emosi, istigfhfar, dan elus dada. Tenangkan pikiran lalu pikirkan hal yang menyenangkan. Mengatur nafas dan rasakan degup jantung yang berdetak. Ubah mindset dari negatif ke positif. Ubah posisi, dari berdiri ke duduk, duduk ke baring. Pun kalau masih belum mereda, berwudhulah. Terakhir, jangan lupa rajin berlatih.
Rini Larasati Irawan
Dari Regu 6 Gemilang.
Emosi dapat digunakan sebagai gambaran kondisi psikologis. Pun dari mengetahui emosi kita dapat mudah merespons emosi orang lain. Kita juga tahu cara meregulasi emosi. Yang tak kalah penting, dari emosi dan fungsinya kita menjadi lebih aware pada sinyal tubuh. Nah, dengan menghargai dan memahami emosi orang lain dapat menjadi jalan untuk memperbaiki hubungan.
Wince Susmira
Regu 2 Lili
Me time di 40 menit pertama, penting untuk lebih bersyukur. Ketika membuka hari dengan senyuman hari akan berlimpah dengan keberkahan. Manajemen itu bagaimana kita mengelola emosi bukan mengendalikan emosi. Dari mengelola emosi kita dapat lebih mengenali diri.