Buku: Cerminan Peranku Sebagai Perempuan, Istri, dan juga Ibu

Aku, Menulis Buku dan Peranku sebagai Perempuan, Istri dan juga Ibu

Aku ingin berproses. Ketrampilan yang ingin kuasah lebih banyak daripada waktu dan kesempatan yang ada. Memilih prioritas ketrampilan dalam hitungan  bulan, bukanlah sesuatu yang simple. Apa yang akan kulakukan dan ingin kucapai beberapa bulan ke depan? Apakah aku bisa menjalaninya secara konsisten? Pun apakah lingkungan mendukung keputusan yang kulakukan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu berputar. Dari awal ikut perjalanan di Bunda Cekatan, aku sudah memikirkan apa yang akan kulakukan. Namun, Seiring berjalannya waktu semua itu berubah. Berdasar kebutuhan dan juga prioritas saat ini. Buku menjadi produk akhir yang ingin kutuntaskan.

Menulis Buku

Dari Lima pilihan yang ada (olahraga, menulis, membaca, beberes rumah dan berbelanja) , aku memilih menulis buku. Keputusan ini tidak sebentar. Sebelumnya, aku menuliskan untuk rutin nulis blog. Nyatanya, masih ada banyak hal yang perlu dikaji dan dipertimbangkan, apalagi setelah sharing dengan suami. Efektivitas waktu, biaya, output, keberlangsungan tugas sebagai istri/ ibu serta kebermanfaat baik untuk diri sendiri atau keluarga. Semua aspek itu pelan-pelan mengikis alasan yang semula kuperjuangkan.

Bismillah! Aku masih ingin berjuang dan berkembang melalui tulisan. Aku juga ingin produktif lagi seperti sebelun Hanna (anak keduaku) lahir. Blog yang butuh konsistensi serta tema yang beragam. Nyatanya menyita waktu lebih banyak daripada menulis buku. Ini bukan kali pertama aku menulis buku. Buku pertama dan keduaku berupa novel, buku ketiga nonfiksi “Mertua, Sahabat ataukah Musuh?”. Menapaki buku ke empat, aku pun berupaya menggali lagi draft buku yang sebelumnya kutinggalkan. Karena itulah, menulis buku menjadi pilihan yang akhirnya kupilih.

Strong Why

Dari menulis buku, aku menemukan potensi dan kemampuan diri. Menulis buku juga membuat bacaan, referensi serta tulisanku menjadi lebih fokus dan terarah. Di setiap bab atau bagiannya saling berkaitan. Pembuatannya pun terasa lebih fleksibel.

Aku yang semula disibukkan aktivitas dengan bayi dan bocil, kini lebih merasa longgar. Setidaknya, di masa bocil sekolah dan bayi bisa diajak kerjasama, aku mampu memanfaatkan waktu luang. Sayang banget kan, kalau kesempatan yang diberikan Allah hanya dilewatkan begitu saja. Apalagi kalau habis di depan ponsel sembari membaca komik. Aduh! Myeseknya itu lo.

Suami pun merasakan perubahan yang kurasakan, tatkala aku bersahabat dengan tulisan dan buku. Rasa jengah berubah menjadi antusias. Pikiran pun tercerahkan. Sikap pelupa terkikis. Pikiran juga lebih terbuka dan dinamis. Aku juga mampu menggoreskan perihal keseharian dan tantangan harian ke dalam tulisan. Jadinya, semua hal yang kualami terabadikan. Aku pun terlihat bersemangat baik di hadapan anak-anak ataupun suami.

Sisi lain yang tak kalah penting. Aku dapat menghasilkan sesuatu untuk diriku sendiri. Selama ini, semua keuangan berasal dari suami. Kadang, ada rasa malu untuk mengeluarkan uang. Walau sudah ada izin, rasa enggan itu tetap tumbuh.

Aku seringkali memikirkan cara untuk mendapat pemasukan lain. Pernah aku mendapatkan sesuatu dari menulis buku dan itu menjadi kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Pun saat aku menjadi produktif, dukungan suami semakin mengalir. Uang jajan di rumah pun semakin bertambah. Apalagi untuk kebutuhan diri sendiri. Bila biasanya menahan diri, kini jadi lebih bisa upgrade kebutuhan diri sesuai kebutuhan. Tentunya, kebutuhan ini selalu dikomunikasikan dengan suami agar semakin mengokohkan keuangan keluarga.

Menjadi penulis juga dapat menjadi penyemangat. Saat memiliki waktu luang dan kita produktif dapat mampu memacu keluarga untuk selalu optimis. Di rumah pun suasana menjadi tenang dan nyaman. Apalagi kalau buku yang kita tulis ternyata mampu memberi semangat dan kebanggaan kepada pasangan dan keluarga. Bangga pokoknya.

Sumber Ilmu

Membersamai Anak ADHD Di tengah Rutinitas menjadi pilihan tema bukuku. Berproses bersama si Sulung selama  7 tahun menjadikanku sebagai sosok yang lebih kuat. Diagnosa ADHD dari dokter dan psikolog perkembangan anak, menjadikan pikiranku lebih terbuka dan berkembang. Setiap anak itu spesial. Setiap anak spesial itu anugerah. Keberadaannya dalam keluarga menjadikanku sadar akan kefanaan dan kekuranganku akan semua hal. Khususnya perkembangan dan pertumbuhan anak.

Pun sama dengan suami. Banyak hal yang tumbuh dan tercipta dalam keluarga kecil kami. Bagaimana kami bisa saling menerima, saling mencintai, dan saling memberi support. Keberadaan anak spesial kami juga mendatangkan tantangan yang tiada henti setiap hari. Ada rasa suka, duka, sedih, amarah ataupun rasa takut yang setiap hari silih berganti. Kadang kalau tak terduga bisa datang bersamaan.

Dari sinilah aku belajar untuk selalu berbagi. Ada banyak lo orang tua yang memiliki tantangan hidup seperti kami. Mungkin mereka justru memiliki tantangan jauh lebih sulit dan terjal daripada kami. Namun, tak banyak orang yang mampu menggoreskan apa yang dialami ke dalam tulisan seperti diriku.

Ilmu yang diperlukan

Untuk menunjang ketrampilan yang dipilih, banyak hal yang kuperlukan. Nah, untuk lebih memudahkan  apa yang dilakukan, aku akan mencoba untuk merinci ke dalam beberapa poin berikut.

Aku Belajar apa?

Who: Dengan siapa aku belajar ini

Dalam hal ini, selain sharing dengan mereka yang mengalami kasus serupa aku juga berkonsultasi dengan ahli. Dokter anak sebelumnya dilakukan sebulan sekali, tetapi seiring perkembangan si Sulung menjadi 6 bulan sekali. Pun sama dengan psikolog perkembangannya. Bila dalam perkembangan mingguan, aku lebih sering berinteraksi dengan terapis.

Why, Kenapa aku belajar ini

Mempelajari tema Membersamai Anak ADHD Di tengah Rutinitas seakan menggoreskan perjuangan keluargaku bersama si Sulung. Bagaimana dari awal kami harus belajar lagi mengenai makna pernikahan, hubungan suami sitri, pertumbuhan dan perkembangan bayi, komunikasi efektif dengan pasangan ataupun keluarga besar, parenting dan juga mengenai ilmu medis sekaligus psikologis.

When: Kapan aku bisa belajar

Proses pembelajaran dilakukan secara bertahap dan kontinyu. Catatan ataupun coretan masa kecil Sulung dibuka kembali. Tak lupa tes, perkembangan atau segala yang berhubungan dengan si Sulung kembali ditorehkan dalam bentuk tulisan yang enak dibaca.

What: Apa yang ingin kupelajari

Segala sesuatu yang berhubungan dengan ADHD. Satu anak didiagnosa ADHD, dampaknya dirasakan oleh anggota keluarga lain. Dari segi anak, tentu saja aku ingin menggali perihal yang dirasakan dan juga perkembangan yang ada. Dari sisi ibu, bagaimana bisa bangkit dan beradaptasi dengan tantangan yang ada. Pun dari sisi ayah atau saudara yang lain, ada berbagai hal yang bisa digali. Dari semua yang terlibat, tentu memiliki kesulitan atau tantangan tersendiri, aspek inilah yang nantinya dapat dijadikan pembelajaran bagi orang lain.

Dalam kegiatan menulis, menurut salah seorang mentor kepenulisan Non Fiksi: Nanda Putra ada beberapa langkah yang ditempuh, yaitu:

  1. Tahap Pra Tulis
  2. Menentukan Tema
  3. Menemukan Ide
  4. Merencanakan Jenis Tulisan
  5. Mengumpulkan Bahan Tulisan
  6. Bertukar Pikiran
  7. Menyusun Daftar
  8. Meriset
  9. Membuat Mind Mapping
  10. Menyusun Kerangka

2. Menulis Draft

3. Merevisi Draft

4. Menyunting Naskah

Ilmu yang berkaitan dengan isi buku, di antaranya:

  • Kurikulum pendidikan dan perkembangan anak based on Islamic Parenting
  • Keseharian anak dengan ADHD
  • Cara mengelola marah (anger management)
  • Mengenal emosi dan pemulihannya (emotional & self healing)
  • Pendidikan seksualitas untuk anak
  • Komunikasi Efektif
  • Writing for healing
  • Hipno Theraphy
  • Jadwal harian ibu efektif
  • Management gadget
  • Food preparation
  • Teknik Mindfulness
  • Teknik komunikasi efektif dengan suami dan balita

Where: Di mana aku bisa belajar

Rumah menjadi tempat utama dalam penggalian sumber ilmu. Sekolah dan lingkungan sekitar juga menjadi faktor pendukung. Pun untuk di rumah sakit dan di rumah Tumbuh kembang. Semuanya ,memiliki peran dalam perkembangan keluarga kami. Tempat khusus yang tak boleh terlewat tentu saja rumah orang tua, kerabat atau tempat rekreasi. Di berbagai tempat baru yang kami datangi, ibarat laboratorium tempat kami praktik. Di mana si Sulung memiliki ekspresi, sikap dan juga penilaian berbeda di setiap tempat.

How: Bagaimana aku belajarnya

Semua ilmu yang kudapat berdasar dari pengalaman sendiri. Pengalaman serupa dari teman/ saudara atau kenalan yang memiliki anak dengan diagnosa yang sama. Tak jarang pula aku berkonsultasi dengan pendidik, psikolog  dan dokter anak mengenai ADHD. Pun untuk sumber bacaan, ada beberapa buku yang bisa dibeli online maupun offline.

Sumber buku, di antaranya:

  1. Self care for people ADHD oleh Sasha Hamdani
  2. Parenting Ayah Edi
  3. Pendidikan seksualitas oleh Afifah Afra, Nurul Chomaris M. Psi, dll
  4. Gurunya Manusia oleh Munif Chatib
  5. Parenting ++ oleh Elly Risman dkk

Bila masih kurang puas, ilmu itu dapat diambil dari sumber lain, seperti artikel, youtube atau seminar secara gratis. Terkadang, ada komunitas atau grup yang dengan sengaja membahas perihal ADHD ini. Baik dari sekolah atau orang tua yang memang tertarik akan bahasan ini.

So, belajar itu bisa kapan saja dan di mana saja. Aslkan kita memang memiliki niat untuk belajar.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *