Bunda Cekatan: Ini Makananku “Ilmu” di Tahap Ulat

Dalam berproses, mencari ilmu merupakan hal mutlak. Harus ada. Pun sama saat melangkah lebih jauh dalam proses menapaki hutan Kupu-Kupu di Bunda Cekatan. Aku harus mengikuti tahap belajar yang telah ditentukan agar dapat runut dan terarah.

Dimulai dengan memantapkan peta belajar, aku berusaha merancang apa yang kubutuhkan nantinya. Setelah peta belajar tercetak, aku tidak hanya secara buta mengikuti alur dan yang tertulis di sana. Aku harus menggali, sudahkah benar petaku? di mana aku bisa mencari sumber ilmu agar cepat sampai tujuan?

Untuk itulah saat ini, berada di tahap ulat membuatku melebarkan pandangan. Secepatnya, tubuh yang banyak kelemahan ini harus melahap ilmu. Seperlunya, tidak boleh terlalu kenyang apalagi takut makan dan picky eating sampai kelaparan.

Ini Makananku

Ini makananku diibaratkan sebagai pemanasan agar aku lebih mengenal sumber ilmu. Buku menjadi salah satu sumber ilmu yang wajib dikenal. Kenapa? Dari buku kita belajar membaca, memaknai kata dan mengasah daya pikir dengan sumber terpercaya.

So, di tahap ini aku semakin tertampar. Kapan ya terakhir kali aku baca buku. Hm, pernahkah membaca buku? Buku apa? Isinya tentang apa? Apakah ada buku yang akan direkomendasikan kepada orang lain?

Senyaring Tawa Ananda, buku ini tidak akan terlupa. Walau bentuk fisik telah menguning, Ilmu di dalamnya bisa digali dan dicari sesuai kondisi.

Berawal dari rekomendasi salah seorang teman SGI, aku nekat membeli buku ini. Tebal? banget. Namun, tak perlu risau, tidak ada yang membosankan. Setiap pembahasan dan kasus diceritakan secara terperinci dan sesuai keadaan.

Makanan yang Kuperlukan

Makanan yang kuperlukan mengacu kepada sumber ilmu yang kuperlukan berdasarkan peta belajar. Sesuai peta belajarku, aku memprioritaskan diri sendiri yang perlu diselami dan diprioritaskan. Melalui self love, aku berupaya bangkit dan menyesuaikan diri untuk mampu lebih percaya diri.

Sebagai gambaran awal, obesitas menjadi permasalahan yang sampai saat ini masih menjadi PR. Obesitas juga membuatku minder. Hidup tak teratur. Pikiran pun seringkali kacau. Dampaknya? Badanku seringkali menjerit dalam bentuk rasa sakit, entah di kepala, kaki, ataupun badan.

Dimulai dari mencintai diri sendiri, aku berupaya bangkit, mencoba merawat tubuh dengan benar dan mengubah pola hidup.

Ini Potluckku

Potluck biasanya berhubungan dengan camilan/ makanan yang kubawa saat ada acara atau perkumpulan. Potluck ini ibarat bekal yang kubawa. Bisa berbeda dengan yang lain. Banyak atau sedikit, tak perlu risau asalkan bisa ikhlas ketika memberikannya.

Pun kalau di Buncek, aku perlu merasa PD dengan yang kupunyai saat ini. Aku juga bisa lo membawa ilmu. Ibaratnya potluck yang biasanya dikumpulkan, ilmu pun juga bisa dikumpulkan dan dibagikan kalau kita sudah mempelajari dan menerapkan ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai praktisi pendidikan seksualitas, aku juga ingin sharing perihal pendidikan seksualitas untuk si kecil.

Mengurus si kecil membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra. Kita sebagai orang tua juga dituntut untuk aktif mengikuti perkembangan yang mereka lakukan. Pun dengan perkembangan seksualitas. Di tahun pertama, si kecil memainan alat kelamin sendiri. Tahun kedua, pertanyaan demi pertanyaan seputar seks bermunculan. Ada yang spontan ada juga yang kadang tak terduga. Pun dengan tahun selanjutnya. Kejadian demi kejadian tak terduga bermunculan yang kadang membuat orang tua gagap. Bahkan tak jarang dari mereka merasa malu untuk menjelaskan.

Misal mengenai penggunaan kata penis dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan keluarga saya, kata itu masih dianggap tabu. Mereka lebih senang menggunakan kata manuk/ burung sebagai pengganti. Padahal, jika dilihat dalam penggunaan maknanya penis ini lebih bersifat netral dan umum. Dalam istilah kedokteran, bahasa, dan juga arti, penis memiliki makna sebagai alat reproduksi dan sebagai saluran air kencing.

Lalu, kenapa penis dianggap tabu? Ini semua berhubungan dengan kebiasaan dan respon yang diberikan oleh orang sekitar. Untuk itulah, sedari dini kita harus mengubah semua ini dan menciptakan lingkungan yang terbuka demi masa depan kehidupan si kecil.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir. Bagaimana kita mengekspresikan sesuatu hingga tanggapan yang bermunculan. Seandainya kita bersikap biasa dengan wajah tegas, tentu si kecil akan meniru. Bagaimanapun kemampuan adaptasi mereka bergantung dari orang di sekelilignya. Selama kita tenang dengan memberikan alas an yang masuk akal, semuanya dapat terkendali.

Nah, untuk mempersiapkan itu semua, orang tua harus memiliki bekal yang memadai. Sayangnya, masih ada atau mungkin sebagain besar orang tua di luar sana mengesampingkan persiapan ini. Jadi, untuk tahun setelahnya pertanyaan inilah yang membuat mereka pusing tujuh keliling, kadang merasa malu, hingga merasa jadi orang “bodoh” (maaf, kalau yang terakhir terlalu kasar).

·         Seks itu Apa?

Apakah seks dan seksualitas itu sama? Seks selama ini diorientasikan sebagai jenis kelamin yang membedakan lelaki dengan perempuan. Kata ini diserap dari sex (jenis kelamin). Naun, dalam penerapannya ada yang masih salah paham kalau seks lebih banyak diartikan sebagai hubungan antar perempuan dengan lelaki yang lebih ditunjukkan dalam hubungan fisik.

Sedangkan seksualitas merupakan cara kita menjalani dan mengekspresikan diri sebagai makhluk seksual. Cakupannya pun lebih kompleks, meliputi semua aspek yang berkaitan dengan seks, yaitu jenis kelamin, gender, nilai, sikap, orientasi seksual, kesenangan, perilaku seksual, hubungan dan reproduksi.

Seks dan seksualitas itu umum dialami oleh manusia untuk mempertahankan kelestarian umat manusia. Bayangkan kalau seandainya kita tida ada penerus, apa yang akan kita lakukan? Untuk memulai semua ini, kita harus mempersiapkan sejak dini. Agar apa yang kita lakukan dapat terarah dan sesuai aturan agama atau masyarakat.

·         Sejak kapan belajar seksualitas?

Seakan melekat dalam diri, seksualitas diajarkan sekaligus dipelajari sejak dini. Dini dalam artian secepatnya, tidak ada kata terlalu cepat dalam memberikan pendidikan seksualitas. Namun, untuk lebih optimal dan menarik kita harus lebih siap ketika si kecil sudah beranjak 18 bulan, di mana mereka sudah memberikan respon. Komunikasi dua arah istilahnya.

Apakah sebelum anak usia satu tahun bisa diajarkan? Sangat bisa. Dalam hal ini orang tualah yang berperan dominan. Bagaimanapun kemampuan si kecil di usia  ini masih sangat terbatas. Namun, orang tua tak perlu berputus asa. Selain memiliki kekurangan, kelebihan si kecil di usia ini salah satunya adalah seorang pembelajar unggul. Yap, dengan mengajak komunikasi sekaligus praktik, kita bisa melakukan semuanya dalam sekali aksi.

Hal mendasar di awal si kecil tumbuh, yang biasa terlupakan adalah mengenai penggunaan popok, entah pampers ataukah popok kain. Selama ini banyak yang masih melupakan untuk menggantinya setidaknya empat jam sekali. Selain untuk mengurangi iritasi juga menjaga kelembapan kulit anak agar tak mudah iritasi dan terkena kuman. Di sela penggunaan popok juga biarkan si kecil memiliki hari lepas pampers. Hal ini selain menjaga kebersihan juga melatih kepekaan mereka akan adanya rasa ketidaknyamanan ketika pampers penuh.

Hal lain juga penggunaan kaos dalam dan juga celana dalam. Tak jarang dari kita kalau di rumah mengajarkan anak hanya mengenakan pakaian yang seharusnya berada di dalam (celana dalam/ pampers/ kaosdalam)  dan melupakan pakaian luarnya (baju, kaos, celana panjang).

·         Bagaimana mengajarkan kepada anak-anak?

Pembiasaan. Tanpa adanya contoh dari orang di sekelilingnya si kecil tak mampu melakukan semua ini. Pun dengan perkataan yang keluar dari mulut mereka. Jika si kecil ingin segera dapat mengatakan pipis dan pergi ke kamar mandi. Berilah contoh bagaimana pipis yang benar tanpa melupakan penjelasan secara ringkas dan mudah dipahami.

“Adek, kalau merasakan ada yang ingin keluar dari penis, itu namanya pipis. Di kamar mandi ya?”

“Kalau mau pipis panggil ibu ya?”

“Eh pintar sudah bisa bilang pipis, coba duduk di atas toilet ya?”

“Tida bisa melepas celana sendiri, sini ibu bantu. Ini dikendorkan dulu lalu tarik ke bawah dan letakkan di depan pintu kamar mandi biar tidak basah.”

·         Perkembangan Seksualitas Anak

Perkembangan seksualitas dari sisi perubahan psikologisnya, seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud.

  1. Tahap Oral (mulut)

Tahapan ini berlangsung dari lahir sampai 18 bulan pertama kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype yang menunjukkan ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Misal: bayi yang meminum ASI, ia akan menghisap puting ibu. Jika hal ini berlanjut, akan terasa ketika masa sapih. Di mana anak akan rewel karena salah satu tempat ternyamannya dihilangkan satu persatu.

  • Tahap Anal

Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun. Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari. Misal: anak sudah bisa mengatur kapan ia ingin buang air.

Di saat seperti ini, merupakan jalan bagi orang tua untuk mengenalkan nama bagian dari organ seksual manusia, diantaranya: penis untuk anak laki-laki, vagina/ vulva untuk anak perempuan. Pun dengan anus ataukah payudara. Jika kesulitan setidaknya mulai saat memandikan dan membersihkan bagian tubuhnya,”Kakak, penisnya dibersihkan ya! kan tadi sudah pipis, bau dan kotor. Coba ini agak dibuka “(kulup maksudnya) biar tidak ada kotoran yang menempel. Kalau kakak kotor kan jadi baud an mudah sakit.”

  • Tahap Phallic

Tahapan ini berlangsung antara usia 3 dan 6 tahun. Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita merasakan kekurangan akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga terjadi perbedaan antara anak wanita dan laki-laki dalam menyalurkannya. Kalau anak laki-laki lebih ke sering menyentuh sedangkan anak perempuan biasanya digesekkan ke suatu benda atau bantal dan guling ketika tidur.

Kebanyakan orang tua, memiliki kekhawatiran yang tinggi di tahap ini. Itu lumrah asalkan tidak berlebih. Memang dalam hal ini orang tuaharus senantiasa mengingatkan dan lebih bermakna jika melakukan larangan dikaitkan dengan kesehatan atau kebersihan, “Kenapa penisnya dipegang? Gatal? Atau sakit? Yuk, cebok dulu.”

  • Tahap Latency

Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan masa pubertas. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.

Walau seakan tidak peduli rasa ingin tahu tetap tinggi. Rasa malu sudah mereka miliki, jika kedekatan orang tua dan anak tidak terjalin, mereka bisa melampiaskan keingin tahuan melalui internet atau teman. Di masa ini sebagai orang tua kita harus khawatir dan memasang rambu-rambu waspada akan pergaulannya.

  • Tahap Genital

Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan.

Di masa ini, anak selain memiliki keingintahuan yang tinggi juga berupaya untuk menyalurkannya dengan cara yang mereka anggap benar. Di sinilah orang tua perlu menyiapkan pubertas mereka, salah satunya dengan memberikan perihal menstruasi bagi anak perempuan dan mimpi basah untuk laki-laki.

Potluck yang Kudapat

Ini semua berisikan ilmu yang kuperoleh dari teman seangkatan di Buncek. Adakah yang sesuai atau beririsan dengan ilmu yang kubutuhkan atau pelajari saat ini.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *