False Celebration, Refleksi “Blogger” di Bunda Cekatan

Kesalahan ternyata bisa dinikmati. Bagaimanapun, dari kesalahan itu kita bisa belajar banyak sekaligus menambah banyak pengalaman. Dari cara ini saya seakan bercermin diri.

Di mana saya sekarang?

Apakah langkah saya sudah benar?

Apa yang harus saya lakukan untuk memperbaikinya?

Apa yang harus saya pertahankan dan kembangkan?

Niatan Awal Menjadi Blogger

Blogger pilihan terakhir profesi yang sebelumnya saya pilih. Membayangkan blog dengan tampilan yang serba asing, hanya kata sulit yang tergambarkan. Apalagi saat itu, saya masih gaptek. Berselancar di dunia hanya lebih banyak mampir di media sosial. Jadilah, ketakutan itu kian merambah ke hati dan terpatri begitu saja.

Semuanya berubah tatkala saya melihat blog milik teman-teman di Kabin Blogging Kampung Bakat 4. Bukan hanya perihal tampilan. Penulisannya enak untuk dibaca dan dicermati. Pun dari pengalaman personalnya. Di mana mereka juga memiliki permasalahan seperti saya, kurang konsisten. Dari sanalah niatan saya seakan memuncak. Saya pun mulai kepo tentang komunitas ngeblog dan bagaimana menghidupkan lagi blog yang mati suri.

Dulu, awal belajar ngeblog dari web gratis di blogspot. Isinya lebih banyak curhatan. Mau belajar bikin artikel saat itu masih gamang. Lama kelamaan, saya mulai melakukan blog walking. Ada banyak blog dengan ciri khasnya masing-masing. Tema yang diangkat pun berbeda. Dari sanalah, saya memberanikan diri memakai web berbayar.

Kikuk. Itulah yang saya rasakan saat mengulik istilah sekaligus isi dalam blog. Ada banyak istilah asing yang memaksa saya untuk membuat kamus sekaligus artikel yang berhubungan dengan blogging.

Seiring berjalannya waktu, ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Memiliki blog dengan nama sendiri menjadi kebanggaan tersendiri. Namun, PRnya masih tentang perawatan.

False Celebration dalam Proses Mentorship

False Celebration diambil dan disinkronkan dari Langkah yang kita lakukan dengan deadline yang sudah dituliskan. Di Bunda Cekatan ini, perawatan blog menjadi salah satu goal yang sudah dibicarakan dengan mentor. Target per minggu yang saya buat seharusnya bisa update satu artikel setiap minggu.

Dalam hal ini, selama dua minggu di awal semuanya dapat terlaksana. Namun, di minggu ketiga harus rela melepas target itu. Acara nikahan adik dengan banyaknya sanak keluarga yang berkumpul di rumah menyita pikiran dan semangat untuk melakukan sesuatu. Kondisi ini berlanjut hingga saya pulang ke rumah. Badan rasanya luluh lantak. Beberapa hari hanya diisi dengan tidur dan tidur.

Dalam hal ini, mentor menyindir. Target terlihat rapi dan tertata, tetapi eksekusi masih jauh dari harapan. Seminggu satu artikel. Dan target selanjutnya ikut lomba blog. Semua itu memang tidak sepenuhnya salah.

Apa yang saya tuliskan adalah patokan saya saat punya anak satu. Saat itu, semuanya masih bisa berjalan beriringan. Pekerjaan domestik dan menulis bisa dilakukan berbarengan. Salah satu hal yang tidak saya perhitungkan kali ini, adanya kehadiran suami.

Saat itu, anak bisa dikondisikan. Suami di rumah sehingga ada tangan kedua yang membantu pekerjaan atau setidaknya menjaga anak. Pun untuk pekerjaan, suami tidak terlalu rewel. Saat tahu saya banyak tanggungan, ia memberikan ruang untuk saya bernafas dan berkarya. Nah, sekarang, saat saya LDM. Semuanya bismillah dikerjakan sendiri. Waktu me time pun berkurang. Dan nyaris tidak ada kalau tidak diatur.

Alasan lain yang tak dapat dipungkiri. Kemampuan dan daya ingat saya rasanya menurun. Mudah lupa dan emosi. Waktu untuk membaca sekaligus konsentrasi menjadi pendek.

Cerminan Refleksi Diri

Tetap menulis dan publish. Entah sesuai dengan rencana konten atau tidak. Saya bukan orang yang bisa dipaksa. Namun, saya harus mengalokasikan diri dengan kesadaran diri untuk bisa mengakui dan bertanggungjawab pada apa yang saya mulai. Menjadi blogger butuh konsisten bukan konsisone.

Jika target sebelumnya terlalu tinggi, maka target baru perlu dibuat. Dari target yang ada, pilihan untuk menulis 1 artikel setiap minggu menjadi pilihan terbaik. Namun, untuk bisa mengikuti lomba blog sekiranya masih perlu dikaji lagi. Kalaupun bisa dan mau, harus memilih materi yang memang sudah tahu dan dikuasai.

Berkat diskusi dengan mentor saya memang harus mengukur kemampuan diri. Mengakui keterbatasan diri dan juga tetap menulis di blog tidak hanya sampai BunCek selesai. Kalau bisa sampai dalam waktu Panjang. Bila blogger memang pilihan, jalani dengan sepenuh hati.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *