Ibu Profesional Sebagai Media Tumbuh

Welcome Agustus.

Agustus memberikan warna khusus dalam perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Pun sama dengan Ibu Profesional (IP). Di dalam wadah yang dikelola oleh kumpulan perempuan hebat, kita dituntut untuk terus bergerak dan produktif. Tidak peduli, ibu pekerja ataukah ibu rumah tangga, semua memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Tahun 2016 menjadi saksi perubahan status yang saya sandang. Dari seorang gadis menjadi istri, dari seorang pekerja lapangan berpindah ke rumah. Banyak hal yang terjadi, banyak proses yang harus dilalui. Saya sempat stress, sakit dan juga down di masa itu.

Tak ada bekal, tak ada persiapan. Semuanya mengalir begitu saja. Nyatanya, susah dan sulit.

Saya sendiri mengenal Ibu Profesional melalui sebuah web. Sayang, kegamangan dan rutinitas membuat saya mengelak. Saya pun menepis ketertarikan dan beusaha PD untuk menghaapi semuanya. Sendirian. Tahun 2019 merupakan puncak dari segala kegelisahan dan keraguan yang ada.

Di sinilah saya harus bertindak, kalau tidak mau gila! Dimulai dengan mendirikan Sokoomah hingga belajar menulis, semua saya lakoni dengan penuh semangat. Namun, masih ada yang terasa kurang, peran saya sebagai ibu belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Suami sering complain, pun dengan anak.

Tahun 2021 menjadi tahun keberuntungan, tergabung dalam IP foundation 11 memberikan secercah harapan di tengah peliknya permasalahan dalam menghadapi ancaman covid.

Sejarah berdirinya IP

“IP lahir dari sebuah rumah sederhana yang kami huni. Berdasar pada sebuah diskusi yang mengharuskan Bu Peni menggantungkan SK PNS, IP tercetus dari saya. Di awal waktu, semuanya masih terasa mimpi. Namun,Bu Septi berusaha untuk mewujudkannya. Dari kerjasama untuk terus begerak dan berkembang IP pun bediri tahun 2011,” ujar Pak Dodik dalam webinar tanggal 29 Juli 2021.

Ada sesuatu yang menarik di kala penyampaian cerita mengenai IP ini, salah satunya bagaimana interaksi pada pasangan Bu Septi dan Pak Dodik. Secara tidak langsung, saya mengambil kesimpulan kalau pemilihan pasangan itu sangat penting.

Seorang perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan. Agar kita tidak menyesal di kemudian hari. Apalagi ketika merasa kalau pasangan tak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Yah, di dunia ini hanya sekelumit lelaki yang bersikap seperti Pak Dodik. Namun, jangan biarkan ini menjadi boomerang dan membuat kita tak puas dengan pasangan. Inilah yang namanya konskuensi. Setiap pilihan ada sebab dan juga akibat. Pasangan yang kita pilih adalah yang terbaik, lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Tinggal bagaimana kita mau mengoptimalkannya.

Inilah salah satu nilai dari IP yang mengubah mindset saya selama ini. Perubahan itu tejadi jika kita MAU, bukan berdasar pada pasangan. Dalam sirkulasi pernikahan, ada perempuan yang tidak seberuntung Bu Septi dalam  memilih pasangan. Namun, inilah yang namanya tantangan, bukan halangan lo ya.

Kodrat Sebagai Perempuan

Memulai peran sebagai ibu professional, kita harus mengubah penampilan dan juga bahasa yang digunakan. Inilah yang menarik. Jika sebelumnya selalu memakai daster, kali ini kita harus membiasakan pakaian fomal layaknya seorang pekerja. Pun dalam istilah lainnya ada sesuatu yang baru, seperti:

Urusan rumah tangga: ranah domestik

Pengatur uang belanja : manajemen keuangan

Ibu apa adanya : ibu profesional

Wah, telihat elegan ya. Inilah yang meyakinkan saya, kalau IP itu nyata dan memang ada track record yang jelas. Siapa yang berkecimpung di dalamnya tidak akan menyesal asalkan sungguh-sungguh. Ya, sungguh-sungguh. Seorang profesional diakui kinerjanya dari keahlian atau hasil kerjanya. Pun sama dengan seorang ibu ketika ingin dilabeli professional.

Sopo Temen Bakal Tinemu, pepatah Jawa ini menjadi pecut yang tak terbantahkan untuk terus berkembang.

Dodik Maryanto

Pun sama dengan kodrat seorang perempuan. Di luar kemampuan kewajiban mereka dalam urusan di ranjang, di dapur ataukah di luar rumah. Perempuan sebagai pribadi memiliki keahlian yang unik. Satu dengan yang lain bebeda, walau memiliki kemiripan. Inilah yang perlu dipertimbangkan. Misal ni, saya memiliki ketertarikan dan keahlian menulis, ya saya harus asah di sela kesibukan.

Kenapa? Selain untuk menyalurkan bakat juga sebagai pelepas penat akan rutinitas. Inilah yang namanya me time bermanfaat. Bukankah kita akan mengambil manfaat dari sebuah ilmu jika mampu menjadikannya bermanfaat bagi orang lain,

Perempuan itu sigaring nyawa bagi elaki. Ia tidak hanya sekadar istri, Namun, juga sebagai teman dan  penasehat yang akan menemani lelaki dalam menjalani kehidupannya. Nah, bagaimana perempuan mau memberikan kontribusi kalau tidak dibekali ilmu?

Inilah langkah petama yang harus kita lakukan.Selama kita mau mengakui kelemahan dan bersiap melejitkan kelebihan, perempuan tak akan kalah bersaing dalam ranah domestik. Bahkan, bisa lebih. Ini pun berlaku bagi seorang ibu rumah tangga.

Bagaimana ketika kita menjadi ibu? Menjadi ibu itu sebuah anugerah. Anak adalah nikmat sekaligus pengingat yang tak semua orang dapatkan. Janganlah menjadi ibu apa adanya. Jadilah ibu produktif sekaligus pembaharu agar melahirkan peradapan baru nan bermoral.

Apakah kita sudah menjadi ibu bahagia?

Ibu menjadi pusat emosi keluarga. Jika ibu bahagia, cerminan ini juga tampak dalam wajah, peilaku dan kebiasaan anggota keluarga yang lain. Pun sebaliknya, kesuraman akan tersimpan dalam sudut umah. Inilah yang ditakutkan, semuanya dapat teinfeksi dan berimbas pada sirkulasi komunikasi keluarga.

Penah suatu waktu, saya dan suami beselisih paham mengenai pentingnya menemani anak. Selama ini, suami lebih banyak menghabiskan waktunya mengajar, selama liburan waktunya untuk me time. Bukan dengan keluarga, tetapi dengan dirinya sendiri.  Yah, kalau semasa berdua, saya bisa memaklumi. Namun, setelah ada bocil, semua ini menjadi sebuah permasalahan serius. Apalagi kalau ia tidak mau membagi waktu untuk anak. Sungut langsung keluar deh!

Apakah saya bahagia mengurus suami?

Kenapa saya capek mengurus anak?

Kenapa rumah sepeti penjara?

Pertanyaan itu terus menghantui, kalau saya bahagia kenapa saya marah bila suami tak mau membantu? Yah, inilah penyakit yang seringkali tak disadari. Kita menganggap pekerjaan harian kita itu beban. Mirisnya, ada yang tidak mau mengakui dan menggap apa yang dilakukan sudah membuatnya bahagia.

Saya bahagia, sebuah kalimat klasik yang sering kita dengar dan ucapkan sendiri. Padahal, sejatinya diri kita terluka. Yah, inilah kebohongan yang sering kita ciptakan pada diri sendiri. Seakan lari dari kenyataan dan memakai standar orang lain untuk melabeli diri bahagia.

Kebahagiaan sejati itu bagaimana? Ketika kita melakukannya dengan cuahan hati dan pikiran. Sehingga jiwa kita tentram dan ringan. Nagih, istilahnya. Pekerjaan jadi mengasyikkan. Bahagia itu bagaikan magnet, jika dilakukan secara terus menerus dapat membuat orang di sekeliling juga merasakan dampak positif yang kita tebar.

Sudahkah kita melakukannya? Dari pengalaman pibadi, sulit untuk mencapai level ini. Padahal sudah ada me time ataukah segudang aktivas untuk meng-upgrade diri. Sayangnya, semua itu tak selalu berhasil. Yang lebih menjengkelkan kalau semua usaha kita diserang kejenuhan. Ambyar.

Inilah yang membuat saya betekat untuk mengikuti IP. Setidaknya, bila dalam lingkungan orang baik saya juga dapat cipratan efek baik itu.

Keseruan Foundation 11

Di awal pekenalan dengan pengurus dan teman seperjuangan, semuanya menunjukkan antusias yang luar biasa, berbagai latar profesi melepas jabatan untuk menyamakan persepsi sebagai calon ibu dan ibu. Di sinilah saya mulai menanam nilai dan moral yang diajarkan IP.

Bahkan, mulai dari pondasi dasar hingga penjurusan semua sudah dipetakan. Bergantung dari minat dan juga bakat yang kita perdalam. Bila yang menyukai keuangan atau berkeasi ada UMKM di sana. Pun kalau ada yang menyukai aktivitas menulis ada kelompok liteasi sendiri. Dan masih banyak lagi penjurusan yang siap menampung minat dan kreativitas kita.

Khusus untuk IP Jogja, saya menemukan teman yang ternyata dekat di jarak, tetapi sulit untuk digapai. Korona menjadi penyebab yang tak terbantahkan. Namun, semuanya masih bisa dinikmati dan berjalan asyik.

Pesan Cinta dari Apiida Sokoomah

Setiap orang beharga. Setiap orang berhak untuk meraih mimpi. Dalam mewujudkan itu semua kita perlu bekomunitas. IP menjadi salah satu komunitas yang patut untuk diperhitungkan. Komunitas inilah yang saya harapkan dapat menjaga dan mengawal saya untu menggapai mimpi yang sempat terbengkalai, menjadi praktisi pendidikan seksualitas beskala nasional.

Yuk, berkembang dan menjadi ibu professional. Dari rumah, oleh saya untuk masyaakat Indonesia.

Related Posts

3 thoughts on “Ibu Profesional Sebagai Media Tumbuh

  1. Mobile Phone Monitoring App – hidden tracking app that secretly records location, SMS, call audio, WhatsApp, Facebook, Viber, camera, internet activity. Monitor everything that happens in mobile phone, and track phone anytime, anywhere.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *