Acara di Kampung Komunitas Ibu Profesional (IP) masih berlangsung. Minggu ketiga acara diisi oleh founder IP, Septi Peni Wulandani. Dengan sederet pencapaian dan penghargaan, ia yang biasa dipanggil Bu Septi ini menyambut hangat peserta Gelanggang Inspirasi. Tak ada ungkapan lelah di usianya yang tak lagi muda. Semangatnya bisa dikatakan bisa menyaingi anggota yang ikut acara.
Selayang Pandang Ibu Profesional
Perempuan itu pembelajar sepanjang masa. Entah formal ataukah berasal dari pengalaman hidup, akan ada yang dipelajari. Pun ketika ia menjadi seorang istri ataukah ibu. Berbekal sulitnya pengalaman menjalankan peran itu, perlu adanya wadah untuk memfasilitasi perempuan hebat di luar sana.
Sebelumnya, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga selalu dikesampingkan dan dianggap biasa. Padahal di dalamnya terkandung nilai luhur yang tak dapat dibeli dengan materi. Berbekal kecemasan dan juga keprihatinan akan profesi yang mulia ini, IP terbentuk.
IP tidak bisa sendiri, dalam wadah sebuah komunitas, keluarga (sebutan pengurus dan anggota di dalamnya) adalah ibu yang bersungguh-sungguh menjalankan perannya. Dimulai dari proses untuk mengenal diri sendiri, IP terus berkembang hingga dapat menempati hati perempuan Indonesia hingga merambah ke luar negeri.
Bagaimana cara menjadi IP? Kita harus menerima diri kita dulu, baik sebagai perempuan, istri ataukah ibu. Dengan kelebihan dan kekurangan tentunya. Setelahnya kita mendaftar untuk memasuki foundation. Setiap bagian IP ada jenjangnya, ada materi dan juga penugasan. Menjadi anggota IP juga melatih kita untuk selalu berproses.
Istilah kerennya, bersaing dengan diri sendiri untuk mendapatkan posisi terbaik, di antaranya dengan cara:
- Actual curiosity, pertanyaan why, who ataupun how sangat kuat. Siapa saya? Mengapa saya tidak bisa menjadi seperti dirinya (orang yang menjadi idola kita)? Apakah saya harus di rumah ataukah di luar? Yah, pokoknya keingintahuan luar biasa yang muncul dari hati dan pikiran ini harus dirancang.
- Creative imagination, di saat sudah mengetahui apa yang terjadi kita bisa menyusun rencana yang ada. Apa yang menjadikan diri saya spesial, kreativitas untuk menjadi apa. Bila masih kesulitan perlu bergaul lebih banyak di komunitas yang beraura positif.
- Art of discovery and invention, seni menemukan jati diri. Apa pun bisa dicoba dan dipraktikkan.
- Noble attitude, ini merupakan produk akhir yang kita harapkan, akhlak mulia.
Tahap selanjutnya adalah dengan mengupgrade diri. Cara ini semakin mudah jika kita sudah berkomunitas. Dengan berbagai sudut pandang dan juga pengetahuan baru, kita bisa menjadi lebih berkembang dan bijak. Pun untuk meluaskan pikiran perlu asupan ilmu secara rutin, inilah pentingnya sebuah langkah atau tindakan yang jelas dan terstruktur, di antaranya mengikuti serangkaian kegiatan IP
- Matrikulasi. Untuk mengikat komitmen perlu pendaftaran, kelompok ataupun uang. Uang digunakan sebagai upaya untuk membuat komunitas IP bisa mandiri, tidak bergantung pada sumbangan orang lain.
- Pemilihan jurusan. Bila mengutamakan passion bisa ke kampung komunitas. Bila suka dengan keuangan bisa ke KIPMA.
- Bunda Sayang Bagaimana seorang ibu bisa mendidik anak dengan mudah dan menyenangkan. Pun ara seornag istri merawat suami dan keluarga besarnya.
- Bunda Cekatan Mengubah mindset sangat perlu, kita bukan mengatur keuangan ala kasir, tetapi bisa menjadi manajer keuangan. Kita bukan tukang masak apalagi dianggap sebagai pembokat, lebih tepatnya kita itu manajer gizi keluarga. Beberapa perubahan pola piker ini dapat membuat kita lebih menintai profesi kita saat ini. Selain itu, apa yang kita akukan bukan hal yang buruk kok!
- Bunda produktif ibu menemukan dirinya dan dapat aktif/ produktif di ingkungannya.
- Bunda Saleha (ibu berperan sebagai agen perubahan, dalam keluarga khususnya.)
- Dll
Berdaya Bersama Komunitas
Setiap perempuan itu hebat, kita harus bersungguh-sungguh di dalam hidup. Jangan pernah goyah untuk menerima amanah membesarkan anak. Semua anak lahir hebat. Kita yang telah dipilih sebagai ibu harus memantaskan diri.
Jika merasa lelah, tumbuhlah dalam lingkungan yang mampu membuat kita melaju ke arah positif. Bukankah segala sesuatunya mudah menular, baik atau buruk akan tetap menular. Yang perlu dipersiapkan dan hadapi adalah mengenai efek negatif. Efek inilah nantinya yang perlu kita olah menjadi tantangan. Bila kita punya bentengan diri dan penjagaan dari orang lain, tantangan ini tidak akan terasa.
Tantangan terberat dalam berkomunitas adalah diri sendiri. Selanjutnya tantangan dari sekeliling. Ketika kita memutuskan untuk berkomunitas kita sudah selangkah di depan untuk bersiap mengatur emosi, ego, harapan ataukah pandangan hidup.
Saat semuanya berjalan, kita dapat menemukan diri yang lebih baik. Sebagai evaluasi, ada perubahan yang terjadi. Diri kita hari ini lebih baik dari diri kita yang kemarin. Pun dengan anak. Jangan membandingkan dirinya dengan orang lain, bandingkanlah anak dengan versi terbaik dirinya.
Belajar dari Founder IP
Bagaimana bisa mencintai dari apa yang dilakukan? Melahirkan komunitas sama dengan melahirkan anak. Kitalah yang perlu berinisiatif dan bergerak. Anak bukan hanya memerlukan ibu, ibu pun juga membutuhkan anak. Sikap dan niatan seperti ini menggugah diri kita yang memang dibutuhkan untuk bisa berkembang. Cinta tanpa alasan.
Dalam menjalankan komunitas ada dinamika yang seharusnya kita nikmati. Seperti kisah Bu Septi dengan salah seorang pedagang di pasar. Saat itu, teknologi dan keterbukaan belum seperti sekarang. Usaha untuk memperkokoh IP masih terbatas tatap muka dan online (belum massif seperti sekarang).
Ada seorang pedagang di pasar yang tertarik ikut IP di rumah Bu Septi. Tidak berhenti di sana, demi tidak ingin ketinggalan acara ia rela meminjam laptop anaknya dan mengikuti kelas IP di pasar bersama pedang lain. Melihat perjuangan pedagang itu, sang anak pun memiliki ketertarikan. Apalagi ketika yang memberikan materi adalah bule-bule teman seperjuangan Bu Septi.
“Bu, apakah mereka semua teman ibu? Apakah aku bisa ke luar negeri seperti mereka?”
“Kau mau ke mana?” tanya ibu itu ringan.
“Jepang.”
Tanpa ada keraguan, ibu itu langsung mengiakan.
Apa yang terjadi dalam cerita di atas adalah contoh orientasi pada masa depan. Mindset itu terbangun dari kebiasaan. Children see, children do. “Ibuku belajar, ibuku temannya banyak, ibuku punya teman di seluruh Indonesia.” Sebuah motivasi untuk mengubah mindset.
Yah, mengenali diri sendiri itu memang baik. Dari sanalah awal mula kita bisa melihat celah untuk mengoptimalkan diri. Jika suatu saat berkomunitas itu dirasa terlalu melelahkan, kita harus bertindak. Kita tidak bisa menyalahi waktu, break sejenak dari semuanya, tetapi harus ada jeda waktu yang ditetapkan.
Kontrol penting untuk bisa menentukan jalan terbaik. Belajarlah dari kesalahan. Jadikanlah leader dan founder sebagai panutan. Berusaha menanamkan disiplin dan komitmen dari CoC (Contract of Conduct), mempermudah kita untuk menilai, apakah komunitas ini sesuai dengan kita ataukah justru sebaliknya.
Berbicara mengenai passion, kita harus berupaya sepenuhnya pada apa yang kita sukai. Harus ada ilmu dari komunitas untuk bisa berkontribusi aktif. Sertakan emosi di sana. Bukankah dengan bahagia kita bisa mengambil peran sesuai dengan keinginan?