Sekilas Episode di Tanah Rantau
Sindrome “Jauh Orang Tua”
 
Pergi dalam waktu yang cukup lama…bahkan terlalu lama yaitu 1 tahun dengan konsekuensi harus berpisah dengan orang tua sangatlah menyiksa. Ini adalah pengalaman pertama berpisah dengan orang tua dalam waktu lama. Selama ini 3 bulan merupakan rekor terlama waktu berpisah dengan keluarga. Saat rasa rindu tidak tertahankan diri ini rela menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk memeluk orang tua tercinta.  Senyum dan pelukan mereka menjadi obat paling mujarab saat hati dan pikiran ini buntu. Namun, sekarang…..
 
Menjadi seorang guru sukarela di daerah 3 T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) adalah pengorbanan. Hati, tenaga dan pikiran ini seluruhnya tercurah untuk mengabdi, sehingga segala resiko siap untuk dihadapi (ya….merasa siap untuk menghadapi pada awalnya). Daerah Kec. Tutar (Tubbi Taramanu) Kab Polewali. menjadi rumah baru bagiku. Bersama dengan 4 sobat dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia, kami mencoba mengarungi ujian ini, “ Lebih baik pulang tinggal nama daripada tugas tidak tertunaikan”.
 
            Berada di daerah yang dominan dengan kebun coklat dan hutan tidaklah mudah. Akses transportasi terbatas, komunikasi, bahasa, makanan dan lainnya menjadi tantangan sendiri. Terkadang tantangan ini menjadi beban yang terasa kian berat saat tidak ada orang untuk diajak berbagi. Biasanya dalam situasi seperti ini aku pasti langsung pulang, bersimpuh di depan ibu dan ia akan memeluk dan mendengarkan ceritaku. Sekarang saat aku ingin pulang….raionalku langsung bekerja, mau pulang dengan apa? Memang jarak Sulawesi dengan Jawa dekat? Bagaimana tugasmu?
 
            Berbagai pertanyaan menyeruak didada, yang tanpa kusadari semakin aku tahu jawabannya hati ini semakin sakit dan sesak seperti dihimpit batu. Air mata sering mengalir di bulan awal…rindu semakin tak tertahankan. Saat aku ingin menyerah, potret kejadian saat mereka mengantarku di terminal muncul secara runtut. Slide itu tiada henti, memori otak ini terus berputar, mata semakin basah. Sungai kecil ini kini tak terbendungkan. Masih dapat kudengar dengan jelas setiap kata yang keluar dari bapak dan ibu.
 
            “ Yakin dengan keputusanmu? Hati-hati disana…pastilah berat di awal tidak boleh menyerah, ini ujian namanya. Jalin hubungan baik dengan siapapun, teman jadi saudara, orang asing menjadi keluarga. Ingat itu ya…karena kau hidup di rumah orang. Apapun yang terjadi pasrahkan pada Yang Memberi Hidup. Ibu dan Bapak hanya bisa berdoa. Tidak ada yang bisa kami berikan yakinlah disini masih ada kami yang selalu mendoakanmu. “ Berbekal uang 500 ribu hasil menjual anting-anting kesayanganku aku nekat mengikuti program ini. Saat aku sudah berada disini, di tempat yang aku inginkan, aku justru ingin menyerah.
 
Segera kukayuh kaki ini untuk menggapai puncak gunung. Terik matahari, terjalnya bebatuan dan nyeri dikaki tidak kuhiraukan. Sinyal kini menjadi tujuan utamaku. Telepon sebagai satu-satunya alat komunikasi langsung kugunakan tanpa peduli berapa banyak pulsa yang akan kuhabiskan.
 
“Tut tut tut….”
 
Ah…waktu berjalan lambat, kaki ini terus gemetar….tik tik tik. Detik…menit berlalu. Ingin  rasanya aku berteriak…hah hah hah…..ha…….
 
“ Iya….Assalamualaykum sayang…”
 
Obat ini ;langsung manjur, tanpa bisa dihentikan mulut ini berbicara tanpa titik dan koma, walau ia tidak banyak bicara namun saat cerita di dengar pundak ini terasa lebih ringan.
 
Kaki ini kini melangkah ringan memasuki desa. Saatnya untuk beraksi lagi, waktu 1 tahun harus kugunakan sebaik baiknya untuk memberikan yang terbaik. Saatnya untuk beraksi dan memulai lembaran baru dan harapan baru.
 
Coretan lama sebagai kenangan. 
 
Salam sayang keluarga D.

Related Posts

3 thoughts on “Kenangan Lama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *