Ujian semester telah terlewati. Seminggu menjadi waktu menegangkan bagi anak sekolah, termasuk anak SD. Waktu bermain dikurangi, belajar ditingkatkan. Selanjutnya? Tentu saja waktunya bagi rapor. Siapakah yang akan mengambil rapor ananda?
![](https://apiidasokoomah.com/wp-content/uploads/2024/12/WhatsApp-Image-2024-10-23-at-16.17.10-1024x576.jpeg)
Tanggal 13 Desember 2024 diumumkan sebagai hari pembagian rapor semester satu. Hari itu termasuk spesial bagi saya. Hari pertama si sulung (Hakim) menerima rapor di SD. Sebagai orang tua, saya tidak terlalu mengharapkan nilai akademiknya. Pun dengan ayahnya. Yang kami butuhkan tentu saja bagaimana proses anak spesial kami sebagai anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) beradaptasi di sekolah.
Sebelumnya, pembagian rapor terasa biasa saja. Terutama Ketika Hakim berada di TK. Sebagai ibu yang sekaligus pejuang LDM (Long Distance Married), saya menjadi tumpuan perkembangan anak. Selama 24 jam sayalah yang mendampinginya. Saya juga menjadi jembatan komunikasi bagi anak dan suami. Jadi, suami tahu segala sesuatu perihal perkembangan anak dari saya. Entah melalui video call ataukah saat kami berbincang tatap muka.
Maindset itu saya ubah Ketika Hakim memasuki jenjang SD. Di mana saya ingin anak dan suami menjadi lebih dekat. Pun suami yang juga memiiki martabat sebagai ayah dapat melakukan perannya secara optimal. Jarak dan juga pekerjaan bukanlah alasan untuk mangkir dari tanggungjawab itu.
Pun alasan lain yang melatarbelakangi semua ini tiada lain karena adanya fenomena fatherless. Psikolog UGM, Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D., Psikolog., menyampaikan bahwa fatherless itu berarti minimnya peran atau keterlibatan sosok ayah dalam kehidupan anak.
Saya pernah merasakan, suami pun pernah. Kami tidak ingin anak-anak juga merasakan hal serupa di tengah tantangan kehidupan yang kian mengkhawatirkan.
Peran Ayah bagi Anak
Ayah memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah dapat menstimulasi perkembangan kognitif, fisik, sosial, emosional, dan akademik anak. Sayangnya, ini masih terhalang oleh anggapan budaya patriarki yang masih melekat dalam keseharian masyarakat. Di mana ibu dianggap bertanggung jawab untuk urusan domestik dan mengurus anak. Sementara ayah bertanggung jawab pada urusan publik terutama nafkah.
Nah, untuk menghindari budaya patriaki itu kita perlu berubah dari rumah. Yuk, ajak ayah untuk lebih aktif dalam mendidik anak. Sebagai pertimbangan, ada beberapa hal yang perlu disepakati dalam keluarga, di antaranya:
- Libatkan ayah ketika berkomunikasi dengan anak
Kalau kita lebih peka dan jeli, ada perbedaan gaya bicara antara ayah dan ibu. Ayah cenderung lebih mengarahkan dan singkat. Ibu lebih mengedepankan perasaan daripada logika. Ayah bertindak dahulu, sedangkan ibu lebih mengedepankan bicaranya.
Komunikasi dengan ayah juga memantik anak untuk mengenal, belajar dan mendalami kemampuan bahasa yang lebih kompleks. Hal ini membuat anak lebih mudah menyerap informasi dari sekitar. Pun anak dapat menyesuaikan diri denga pola komunikasi yang sesuai dengan orang tuanya.
- Ayah membantu anak mempersiapkan diri di lingkungan baru, termasuk SD
Keterlibatan ayah mampu mendorong perkembangan fungsi eksekutif anak. Fungsi eksekutif berkaitan dengan kemampuan merencanakan, pengendalian diri, pemecahan masalah, dan atensi.
- Ayah membantu proses perkembangan emosi anak
Sosok ayah juga memiliki intervensi dalam perkembangan emosi anak. Hubungan positif ayah dan anak mampu mematangkan emosi anak. Sehingga anak mampu meregulasi emosinya dengan baik. Anak juga mampu mengekspresikan emosinya secara terbuka. Yang lebih penting, emosi menjadi lebih terjaga dan terkendali.
Tak hanya itu, ayah yang memberikan dukungan emosi atau terlibat pengasuhan bisa mengurangi beban ibu. Ibu senang, anak pun tenang. Suasana dan kondisi rumah mendukung orangtua membangun karakter positif anak sejak dini.
- Mengajarkan moral pada anak secara nyata
Dalam perkembangan moral, ayah berperan penting dalam penanaman nilai inidvidu. Sikap yang cenderung lebih tegas dan maskulin juga memberikan, gambaran mengenai perbedaan gender. Nah, biar ayah tidak ketinggalan ada beberapa hal yang coba dilakukan bersama anak seperti sesekali mengantarkan anak sekolah, me time bareng ataukah mengambil rapor.
Manfaat Keterlibatan Ayah dalam Pendidikan bagi Anak
Orangtua sejatinya perlu turun tangan dalam menentukan arah pendidikan anak. Namanya orangtua itu, ayah dan ibu. Bukan perorangan. Ayah dan ibu harus memiliki visi misi yang sejalan dalam membersamai anak. Keduanya harus berjalan seirama. Berbeda jika ada pengecualian, semisal ada yang salah satu orang tuanya meninggal atau berpisah. Tentu peran ini berada di pundak seorang saja.
Ayah yang biasanya tidak banyak bicara, sejatinya peduli dengan caranya sendiri. Kadang, ada yang lebih mengedepankan materi sebagai ungkapan sayang. Ada juga yang menganggap kalau bekerja juga sebagai ungkapan tanggungjawab sekaligus sayang pada anak. Padahal, kehadiran dan kebersamaan nyatanya juga penting. Memori kebersamaan perlu dibangun dan diciptakan.
Obrolan antara ayah dengan anak vs ibu dengan anak, berbeda. Pembahasan sama, eksekusi berbeda. Sebagai anak laki-laki figur ayah menjdi role model ke depannya. Sedangkan bagi anak Perempuan, ayah menjadi pengayom hati. Kasih sayangnya dibutuhkan untuk memuaskan dahaga kasih dari lawan jenis.
Dalam buku Menjadi Orang Tua hebat untuk Anak SD yang dikeluarkan oleh Kemdikbud yang sekarang menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, keberadaan ayah di sekolah memberikan banyak dampak positif bagi anak, di antaranya:
- Meningkatkan percaya diri anak
- Meningkatkan keinginan anak bersekolah
- Meningkatkan perilaku positif anak
- Meningkatkan pencapaian perkembangan anak
Manfaat Ayah Hadir pada Pembagian Rapor Anak
Pembagian rapor dapat menjadi momen yang menegangkan bagi anak. Sebagai hasil dari pembelajaran satu semester, rapor menjadi bukti tertulis yang dapat disampaikan guru kepada orang tua. Salah satu hal yang dinanti anak bukanlah hadiah atau pujian. Namun, reaksi orangtua tatkala melihat rapornya.
Orang tua yang menghargai proses yang dialami anak, akan selalu mengapresiasi segala hasil yang nampak di rapor. Nilai jelek menandakan anak memang perlu usaha lebih dalam bidang itu. Dari sana pula kita mengetahui titik lemah anak yang perlu dikuatkan. Pun kalau nilainya bagus, ayah bisa membantu menguatkan dan memberi apresiasi.
Sebagliknya, orang tua yang hanya menantikan hasil tanpa peduli proses seringkali menjadikan rapor sebagai hasil final. Nilai di dalamnya bagaikan gambaran sosok anak yang sejatinya lebih dalam daripada yang tertulis. Dari rapor juga orang tua dapat menilai kemampuan anak. Inilah yang seringkali harus kita sadari. Anak memiliki kemampuan lebih, di sisi lain juga memiliki kekurangan. Rapor seharusnya menjadi media refleksi.
Nah, untuk menjadi orang tua yang tahu diri dan posisi, kehadiran ayah sangat dinantikan. Ayah inilah yang nantinya menjadi pelengkap proses asah, asih dan asuh baik di rumah atau di sekolah.
Pun di buku Menjadi Orang tua Hebat itu kehadiran ayah dalam pengambilan rapor ini menjadi salah satu program sekolah. Sudah saatnya ayah menjadi bagian penting dalam jalannya proses pendidikan anak.
Pertama, menjalin hubungan baik dengan pihak sekolah.
Kedua, memperoleh informasi tentang perkembangan anak dan program sekolah.
Ketiga, sebagai bentuk dukungan kepada anak agar anak merasa bangga.
Saat ayah hadir bersama anak pada pembagian rapor, ia dapat bertanya langsung kepada guru tentang perkembangan anak dan program sekolah.
Sudahkah ayah siap untuk mengambil rapor Ananda?