Menjaga Kewarasan Keluarga Demi Melawan Covid Di Rumah

Covid itu bikin stress. Secara betahap saya harus mengakuinya. Di awal pemberitaan covid, keluarga kami masih beraktivitas seperti biasa. Suami bekeja di luar kota, sedangkan saya dan bocil menyibukkan diri di rumah. Semakin lama, sekolah mulai ditutup, anak kehilangan tempat bermainnya. Harga bahan makanan pun naik, berbanding terbalik dengan gaji suami yang seadanya.

Semua permasalahan memuncak ketika suami pulang  plus covid. Isolasi mandiri tak terelakkan. Suami harus tidur dan beraktivitas di loteng. Yang menjadi tantangan terbesar adalah cara memisahkan anak dengan suami. Kedekatan mereka menjadi boomerang. Pun cara untuk menumbuhkan semangat suami dengan rasa bersalahnya.

Anak saja butuh hiburan, apalagi kita sebagai ibu dan juga seorang istri!

Sebagai seorang istri dan juga ibu, saya masih harus menjaga kewarasan. Selain untuk merawat keluarga juga menjaga agar perekonomian keluarga tetap jalan. Inilah pentingnya mengenai self care. Jadi, sebelum merawat orang lain kita perlu merawat diri sendiri.

Perawatan yang dilakukan di rumah tidak hanya 5 M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi Kerumunan, dan Membatasi mobilitas), tetapi juga bagaimana memelihara kewarasan. Nah, apa yang bisa kita lakukan di rumah untuk membiasakan self care?

Menjaga kesehatan tubuh

Makanan menjadi aspek penting dalam keberlangsungan hidup, pun dengan setiap sel yang ada di dalam diri kita. Untuk itu, kita perlu memberikan asupan yang tepat. Makanan dikatakan sehat ketika memenuhi zat yang dibutuhkan butuh, diantaranya karbohidrat, protein, lemak, ataupun yang lain.

Semuanya tak perlu mahal. Sayur atau buah murah meriah pun bisamenjadi alternatif. Pagi masak nasi, Sayur kangkung 3000 sudah dapat banyak, ditambah tahu, dan tomat cukup 5000 perak. Tempe sehari juga tak habis 10000. Kalaupun kurang bisa ditambah sambal dan kerupuk.

Menjaga kualitas asupan gizi keluarga lebih berharga daripada memikirkan gengsi dan harga.

Hm, lezatkan? Selain berhemat kita tetap bisa menjaga gizi keluarga. Bagi yang masih ragu akan kesehatan anaknya, atau takut apa yang kita masak malah dianggap tak bergizi, silakan di cek di sini sehingga tahu indikator gizi sang anak.

Nah, ketika perut sudah terisi kita juga perlu memerhatikan mengenai kegiatan yang ada. Olahraga jalan atau sekadar naik turun tangga, menjadi alternatif. Kegiatan ini pun menjadi lebih menyenangkan tatkala bocil diajak. Selain dapat bermain bersama juga berkeringat.

Kalau Sobat, di rumah apa yang dilakukan?

Menguatkan ruh

Dalam hal ini aspek religius dominan. Agama merupakan pondasi sikap dan juga pendirian kita. Kalau pondasi ini goyah kita akan mudah tergerus perubahan yang ada. Pun saat di rumah saja ataukah saat salah seorang keluarga terpapar covid.

Perbedaan perilaku pada anggota yang sakit dan rengekan anak menjadi pemicu amarah. Kalau kita sebagai pioneer keluarga tak mampu menunjukkan sikap tenang, maka mereka juga akan bepengaruh. Bagaimanapun, ibu merupakan kunci emosi keluaga. Dalam hal ini, diri kita dipaksa untuk membentengi diri dan menguatkan hati.

Ke mana kita akan berlari? Tentu saja kepada Allah. Kepada-Nyalah kita dapat berkeluh kesah tanpa dicaci, menangis tanpa di-bully, dan juga bersandar atas kelelahan dan beban yang ada di pundak.  Pun kalau anak kita rewel, kita dapat mengontrol emosi.

Psikologis yang kokoh

Jiwa yang sehat membawa pengaruh baik untuk system tubuh. Dalam hal ini, perempuan sangat rentan ketika memiliki pikian bercabang, apalagi kalau sang anak ternyatajuga mengalami masa sulit.

Pun dengan saya, saat itu suami sedang isolasi mandiri, bocil masih nekat ingin selalu dengan ayahnya. Saya marah, bocil semakin menjadi. Tiada pilihan lain kecuali berdamai dan menerima semuanya. Setelahnya, mengatakan kebenaran yang ada, kalau ayah sakit, perlu istirahat, dan juga sendirian.

Yah, saya tahu anak butuh bahagia, tetapi kita tak bisa mengesampingkan perihal keselamatannya! Bagaimana kalau anak menolak? Saat itu saya berusaha tegas, tangisan anak menjadi rambu alarm, tetapi bukan menjadi halangan.  Saya biarkan anak menangis,melepaskan semua kejengkelan. Mungkin juga saat itu ia stres karena dilarang ini dan itu. Setelahnya, saya minta maaf, memeluk, sembari menangis.

Dalam posisi seperti ini, tekanan dari luar pun berat. Belum lagi bisik-bisik tetangga yang menyerang. Kalau tak ingin larut, berilah waktu untuk diri sendiri, bisa tiduran tanpa melakukan apa pun, mandi sembari luluran, ataukah bersenandung ria.

Menjalin hubungan dalam lingkungan kondusif.

Dalam hal ini, kondusif memiliki makna bermanfaat bagi kita. Dalam istilah kasarnya selektif dalam berteman. Yah, walaupun dibilang pemilih, itu lebih baik dari paa meawat hubungan yang memiliki efek negatif pada kita.

Tanpa sadar, dalam masa covid ini sea alamiah, petemanan itu tersaring dengan sendirinya. Bagi mereka yang hanya menggunakan topeng, menjauh dan menghujat di belakang merupakan cara terbaik untuk membei harga sebuah hubungan. Sebaliknya, bagi teman sesungguhnya mereka tidak pernah menanyakan why, tetapi justru apa yang bisa kami lakukan untukmu?

Sebagai penutup, hagailah diri sendiri sebelum menghagai oang lain. Kenali diri sendiri sebelum menoba mengenali orang lain. Mengetahui diri sendiri setidaknya mampu membantu kita untuk bisa menjaga tubuh, hati dan pikiran.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *