Siapa yang terbiasa menunda pekerjaan? Saya.
Siapa pejuang DL (Deadline)? Istilah kerennya (deadliner). Saya lagi!
Sejak di bangku SMA saya sering menunda pekerjaan. Terlebih PR yang menurut saya susah, salah satunya fisika. Kebiasaan ini berlanjut hingga masa kuliah. Sewaktu diumumkan ada ujian, saya masih menyempatkan main, melakukan kegiatan seminar atau organisasi. Nanti kalau sudah menjelang jam berangkat kuliah baru deh SKS (Sistem Kebut Semalam). Eh, tidak ada semalam. Ho ho!
Jika diingat kembali, kebiasaan seperti ini bukan saya deh! Bukannya sombong.
Saya terbiasa mengerjakan tugas di awal ketika SD. Pun selalu berangkat pagi, membersihkan kelas, membantu guru membersihkan kantor. Tak jarang pula boncengi teman yang waktu itu belum punya sepeda.
Semasa SMP tak jauh berbeda, subuh sudah mandi, jam setengah enam berangkat naik sepeda beriringan dengan teman. Setelahnya, bercanda di depan kelas atau perpustakaan. Semasa dulu motor jarang, jarak ± 20 km tak terasa ditempuh, pulang dan pergi sekolah sudah menjadi kebiasaan.
Entah kenapa ya, kebiasaan itu berubah begitu saja!
Di awal waktu, saya menanggapi sebagai kebebasan. Selama masih bisa dikerjakan ya dikerjakan semampunya, walau mepet. Kali pertama mencoba deg-degan setengah mati, kali kedua dan seterusnya debar seperti itu tidak ada. Bahkan, kini berbalik. Kalau tak ada DL kerjaan tidak disentuh.
Sempat ada niatan untuk berubah, tetapi waktu nikah dan berada di rumah kebiasaan ini malah mengakar dan justru membuat diri jadi rakus. Segala sesuatu dimakan, tak ada rasa kenyang. Mau cerita ke orang lain, saya termasuk tak enakan, kalau diam ya begitulah! Timbangan berbicara. Sebelum menikah bisa di angka 55 sekarang sudah mencapai 95.
Mengenal lebih dekat Prokrastinasi
Dalam dunia psikologi apa yang saya alami ini masuk dalam prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju dan bergerak. Crastinus berarti besok atau menjadi hari esok.
Jadi, dari asal katanya prokrastinasi adalah menunda hingga hari esok atau lebih suka melakukan pekerjaannya besok. Orang yang melakukan prokrastinasi disebut sebagai prokrastinator.
Walau terlihat keren, tetapi tidak membanggakan!
Jadi, prokrastinasi dapat diartikan sebagai perilaku yang sering menunda-nunda, baik tugas maupun pekerjaan yang seharusnya dikerjakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Seseorang bisa melakukan prokrastinasi karena adanya dorongan dari dalam diri ataukah karena pengaruh dari luar.
Depresi
Stes bukan hanya perihal kegagalan dalam mengelola emosi. Stres juga bisa berawal dari sikap kita yang terlalu meremehkan segala sesuatunya. Stres yang menumpuk inilah yang nantinya akan mempengaruhi homon dan juga saraf di otak.
Kejadian yang berulang tanpa penyelesaian merupakan awal adanya depresi. Salah satu tanda yang menonjol ya prokrastinasi ini.
Nah, lo! Biar tidak bingung yuk, kenali ciri kognitif dari depresi itu:
- Berpikir negatif akan sekeliling.
- Sulit konsentrasi dalam melakukan pekerjaan, sehingga hasil kurang memuaskan.
- Mudah teralihkan, baik fokus atau perhatian.
- Jadi lambat/ loading.
- Ingatan berkurang.
- Jadi ragu-ragu dalam melakukan sesuatu atau mudah terpengaruh oleh orang lain atau keadaan.
- Gangguan perasaan/ mood.
- Mudah larut dalam emosi, semisal sedih berlebihan atau tertawa tanpa adanya pemicu. Kadang juga mudah mendramatisir keadaan.
- Gangguan somatis, tubuh merasakan sensasi tak nyaman tetapi bukan dalam bentuk fisik yang bisa dilihat atau dirasakan semacam luka.
Jika kita berada dalam kondisi di atas, self diagnosis boleh tetapi harus ada konfirmasi dari orang lain. Bisa psikiater, orang yang kita anggap sebagai sahabat ataukah yang bisa kita percaya.
Pun bila kita memiliki saudara, teman ataukah kenalan seperti ini sebaiknya kita banyak mendengar tanpa judgment. Seringkali mereka yang punya masalah dan depresi membutuhkan orang untuk berbagi pikiran.
Kaitan Serotonin dan Prokrastinasi
Jika dilihat dari dalam tubuh kita, penurunan hormon serotonin dapat mempengaruhi mood. Jika salah satu neurotransmitter dalam perencanaan di otak terganggu, tempat penyimpanan memori atau ilmu juga kena dampak. Terutama di prefrontal korteks.
So, simak yuk tahapan prokrastinasi yang jarang kita sadari, di antaranya:
- Keamanan Palsu
Anggapan DL masih lama menjadi penyelamat semu. Kemungkinan menunda pekerjaan pun semakin besar. Jadilah, kita mau santai dulu. Kadang, dalam hal ini kita mengandalkan sesuatu yang masih diragukan kepastiannya.
“Besok kalau ada waktu luang, deh! Setelah nonton pun tak masalah.”
Siapa yang bisa menjamin kalau esok hari dan hari selanjutnya, kita memiliki waktu luang? Bagaimana kalau umur kita tak sampai?
- Kemalasan/ males (motivasi kurang)
Mengerjakan sesuatu yang bukan menjadi passion kita sangat menantang untuk ditaklukkan. Misal, saya kuang menyukai fisika. Kalau ada tugas fisika, pikiran itu terasa ambyar. Karena bagaimanapun saya belajar, nilai pasti di sekitar angka 6.
Dalam kondisi seperti ini ada kebimbangan. Harus memulai sesuatu, tetapi dari mana? Atau kita ragu akan kemampuan yang dimiliki. Semua sudah dibaca, sudah dipelajari tetapi masih tak yakin.
“Ah, enggak deh, sepertinya salah!”
- Berbagai alasan
Sok sibuk sebenarnya. Ingin bergerak dan produktif dengan melakukan apa pun. Sayangnya kurang mengutamakan prioritas. Atau bisa juga, terlalu menyepelekan pekerjaan atau masalah yang ada.
“Aku sibuk banget.”
“Hanya sebentar saja, kok!”
- Penyangkalan
Menindaklanjuti dari banyaknya alasan, sebagian otak kita masih berupaya untuk terlihat baik-baik saja.
“Aku masih punya waktu kok.”
“Nanti juga selesai.”
“Aku tidak butuh tidur, satu jam juga selesai!”
- Krisis
In momen paling menegangkan sekaligus sebagai penyemangat diri. Kalau masalah hasil, jangan ditanya. Hasilnya seringkali berantakan dan kelewat DL.
“Aku tidak mau menunda-nunda lagi. Yah, yang penting selesai.”
Tipe prokrastinasi
Satu Pinball
Memiliki banyak ide yang bagus sekaligus tugas yang harus diselesaikan. Melompat-lompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain tanpa ada pekerjaan yang beres.
Yang menghalangi: tidak tahu bagaimana memulai atau bingung cara mengerjakan tugas tersebut.
Paralyzed
Menghindari apa pun yang terasa berat. Dalam hal ini mencari zona aman dan nyaman. Pun kalau ada masalah berusaha untuk menghindar daripada menghadapi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan tipe ini, di antaranya:
- Yang dipikirkan hasil
- Takut kritik
- Meletakkan standar terlalu tinggi
- Menunggu waktu sempurna untuk mengerjakan
Lingkaran Setan Perfeksionis dan Depresi
Kenapa perfeksionis sangat rentan akan depresi? Salah satunya perihal proses dan hasil yang ingin dicapai. Kalau sikap perfeksionis ini tanpa ditunjang persiapan, maka kegagalan ataupun stres dapat meningkat.
Bila ada yang tidak sesuai è Mencoba kembali è Iya atau tidak sama sekali (jika bernilai dikerjakan bila tidak ditinggalkan) è Rasa tak pernah puas è Burn out (memforsis tenaga dan pikiran tanpa self care. Mencoba sekeras mungkin sekaligus enggan dinilai orang lain è berujung stress è depresi`(merasa tak berguna dan kelelahan)
Put Upon
Merasa orang paling produktif, ketika merasa menjadi yang terbaik, apa yang kita tampakkan justru sebaliknya. Semuanya dikerjakan tetapi ada yang belum selesai. Halangan yang paling terasa dalam hal ini adalah mudah merasa bosan dan kurang tantangan.
So, Tipe penunda seperti apa Sobat?
Saya dapat berubah jika?
- Menjadi bertanggungjawab dari segi pemikiran ataupun pekerjaan. Latihan paling tepat dalam hal ini adalah dengan keluar dari zona nyaman.
- Bagi batasan waktu, kapan bermain, memasak, tidur ataukah hanya sekadar mendengarkan musik.
- Ketahui siklus energi. Bekerja saat merasa segar dan benar-benar terjaga. Yang paling penting, istirahat yang cukup.
- Hilangkan distraksi, matikan ponsel, youtube, ig, facebook, dll.
- Gunakan headphone bagi yang auditori atau orang yang bisa berkonsentrasi di mana pun. Jika mudah terganggu oleh suara bisa mencari cara lain.
- Hadiahi diri sendiri layaknya merasakan momen spesial.
Terimakasih, semoga bermanfaat.