Pertama itu istimewa. Anak pertama menjadi kebahagiaan bagi kedua orang tuanya. Gaji pertama, dianggap sebagai rezeki yang membawa berkah. Juara pertama, idaman sebagian besar murid dan orang tua. Pokoknya pertama itu berbeda.
Pun dengan puasa. Tahun 2022 menjadi tahun pertama bagi bocil untuk mengenal lebih dalam mengenai puasa. Jika sebelumnya ia hanya tahu orang tuanya tak makan minum setiap hari, tahun ini ia bisa diajak diskusi sekaligus praktik puasa.
Puasa di hari pertama bisa dibilang menjadi masa kritis. Ia yang biasanya aktif harus terbaring lemas di tempat tidur. Ia yang biasanya ngemil sewaktu-waktu, terpaksa harus menahan. Pun ketika ia mengatakan lapar, saya harus mengalihkan perhatiannya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan reward yang spesial.
“Ibu beli keju lo. Nanti masak bareng-bareng ya?”
Keju. Bahan olahan susu ini termasuk sesuatu yang “mahal” dalam pengeluaran keluarga. Jadi, saya jarang memasukkan ke keranjang belanja. Selain untuk membiasakan hidup hemat, kami juga menggunakan keterbatasan ini sebagai pembelajaran bagi bocil. Kalau sesuatu itu ada harga dan perjuangannya. Untuk menikmati keju pun perlu alasan spesial juga.
Mendengar kata “keju”, mata bocil berbinar. Ia menyukai keju sejak mengenal roti bakar. Dari olesan yang meleleh itu ia sudah langsung suka dan mau makan. Padahal, memasuki usia 6 tahun, lidahnya mulai peka akan rasa. Picky eater lah istilahnya. Kalau suka mau makan, kalau tidak ya sudahlah. Lupakan!
Berbeda dengan keju. Sejak awal ia tak pernah menolak. Mau keju belum diolah ataukah sudah, tidak ada yang berbeda. Semuanya dilahap. Mungkin, rasa asin dan gurih mampu meningkatkan mood makan yang mudah berubah.
Ini yang kadang membuat ketar-ketir kalau ada keju di rumah. Sulit menahan keinginannya untuk makan. Untuk itulah di sela kegiatan harian, kami juga mengedukasinya mengenai proses pembuatan, kandungan gizi serta akibat kalau berlebih makan. Walau di awal terasa bagai bicara dengan rumput yang bergoyang, lama-kelamaan ia mulai “paham”. Itu pun setelah ada reward dan punishment yang kami sepakati.
Fakta VS Hoaks: Keju Tidak Baik untuk Anak karena Memiliki Kandungan Lemak Tinggi, Benarkah?
Yah, di momen puasa ini, saya rasa perjuangan bocil patut diberi apresiasi dengan memberikan keju kesukaannya. Entah bertahan hingga hari terakhir atau tidak, yang penting dia sudah berusaha. Semoga apa yang dilakukannya bisa tambah berkah hingga bulan Ramadan usai.
“Nanti anakmu, jadi tambah gendut! Lihat badannya sudah bongsor. Mau dilebarkan sampai mana?”
Apa yang saya lakukan ini ternyata sempat ditentang oleh teman. Kaget dong! Ada rasa penasaran sekaligus was-was. Bagaimana kalau yang saya lakukan justru malah membuat bocil merana?
“Lemak pada susu merupakan salah satu komponen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan cita rasa, rasa, aroma, dan tekstur dari keju. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak biasanya membentuk tekstur yang keras dan tidak menghasilkan cita-rasa keju yang diharapkan serta umumnya mempunyai tubuh yang kering.”
(Djunjung Daulay)
Nah, lemak memang terkandung dalam keju, tapi apakah berbahaya pada si kecil?
Berbicara mengenai lemak yang terkandung dalam keju, kita harus mengenal pembuatannya. Menurut The Food and Agriculture Organization (FAO), keju termasuk produk segar atau hasil pameraman yang didapatkan dari penirisan setelah terjadi koagulasi susu segar, krim, dan skim atau campurannya.
Kandungan tinggi lemak pada keju berasal dari susu penuh (whole milk). Lemak didapatkan ketika susu dipisahkan. Berdasarkan berat basah, keju lemak penuh dalam bentuk segar memiliki kandungan lemak 24,5%. Padahal kebutuhan harian kita berkisar 20-25 %. Untuk itu perlu adanya modifikasi.(1)
Pada anak kecil, keaktifan dan aktivitas mereka dalam meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor sangat besar. Perlu tenaga besar sebagai penyokong. Bahan makanan tambahan seperti keju, tentu memberikan energi tersendiri. Bukankah pemenuhan gizi seimbang harus disesuaikan dengan aktivitas mereka. Dengan begitu, gizi makanan akan mampu meningkatkan proses tumbuh kembang yang mereka jalani.
Bila masih ada keraguan, lihat keju dari perspektif berbeda. Zaman berubah. Selalu ada inovasi baru yang dikembangkan. Salah satunya proses pembuatan keju ini. Modifikasi adalah jalan untuk menurunkan lemak tanpa mengurangi kualitas keju.
Di Indonesia, eksistensi KRAFT dalam bidang pangan sudah terjaga lebih dari 30 tahun. Pun dalam memproduksi keju. Di pabrik KRAFT, bahan dasar kejunya berasal dari keju mentah (natural cheese) yang memiliki kadar air cukup rendah, 35%. Dengan demikian, permasalahan lemak dapat disiasati dengan baik.
Pun dari hasil penelitian mengenai Klaim Gizi Rendah Lemak pada Berbagai Jenis Keju, terdapat 10 jenis produk keju yang berhasil dikembangkan dan memiliki klaim rendah lemak berdasar syarat dari PKBPOM no.13 tahun 2016 dan CAC/GL 23-1997 oleh FAO, di antaranya Cheddar dari KRAFT. (2)
So, kualitas nilai gizi pada keju Cheddar dapat dipertanggungjawabkan. Keju ini aman untuk pegiat diet, anak atau orang dewasa. Asalkan penggunaan sesuai dengan syarat yang dianjurkan dan tidak berlebih, ya!
Kampanye #KejuAsliCheck dari KRAFT
Menjadi konsumen cerdas adalah sarana saya sebagai seorang ibu dalam menjaga keluarga. Ingat! Membeli jangan asal tergiur harga murah atau tiba-tiba comot saja dari rak ke keranjang belanja. Di era modern ini, jenis keju berjibun. Merk yang menyediakan pun beragam. So, harus lebih jeli dan berhati-hati.
Sayangnya, ini masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah). Dari survei kecil-kecilan yang saya lakukan terhadap ± 24 responden. Terdiri dari tetangga dan juga sesama orang tua murid, mereka lebih mementingkan harga di atas segalanya.
Hanya 4 orang yang peduli pentingnya pemilihan bahan. Faktor pendukung mereka melakukannya, tiada lain karena tingkat pendidikan yang berbeda, kurangnya pengetahuan akan gizi serta tiada perencanaan alokasi dana untuk melakukannya.
Memang tak bisa dipungkiri, perbaikan kualitas gizi nyatanya mengalami kendala ketika berbicara mengenai keuangan. Untuk itulah perlu adanya perubahan mindset. Sehat tak harus mahal, tetapi butuh persiapan dana untuk melakukannya.
Tentunya hal ini mendorong kita untuk bisa lebih waspada dalam mengetahui pentingnya tentang membaca label pangan olahan. So, sebagai ibu cerdas kita harus punya pegangan.
Pun untuk memilih keju asli. Keju juga bisa bohong lo! Darimana kita melihatnya? Dari komposisi yang terkandung di dalamnya. Agar tidak masuk perangkap “keju bohongan”, kita bisa mengikuti kampanye bertajuk #KejuAsliCheck. Kegiatan yang diinisiasi oleh KRAFT ini menunjang ibu untuk upgrade ilmu dalam memilih keju cheddar yang berkualitas nan menyehatkan untuk keluarga.
Kampanye ini semakin menguatkan niatan untuk mengenal kualitas. Kalau buat keluarga, terbaik adalah harga mutlak.
Kampanye #KejuAsliCheck
Ingat keju, ingat cheddar (KRAFT). Ini terjadi secara otomatis. Mungkin karena sedari kecil iklan keju yang terlihat KRAFT, jadi tertanam begitu saja. Pun untuk sekarang, kebiasaan ini masih terjaga di rumah. Karena rasa tak bisa bohong! Apalagi di lidah bocil.
Urutan dalam komposisi ternyata memiliki arti mendalam dan penting. Semakin di depan itulah yang dominan. So jangan salah lihat. Apalagi salah baca.
Keju Cheddar KRAFT terbuat dari bahan utama Keju Asli New Zealand pada urutan pertama dan dilengkapi dengan nutrisi Calcimilk yang kaya akan kalsium, serta sumber protein dan Vitamin D.
Dulu, saya mengira keju dan cheddar itu memiliki makna sama. Nyatanya berbeda. Keju banyak jenisnya, di antaranya Cheddar. Cheddar diambil dari sebuah desa, Cheddar, Sommorset di Inggris. Kemudian, pengolahannya mengalami modifikasi dan menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.
Karakteristik keju ini padat dan berlapis dengan penampakan putih gading. Proses untuk membuatnya pun berbeda dengan keju jenis lain. Ada yang namanya cheddaring, proses pameraman dadih hangat dalam wadah selama dua jam. kemudian dipotong menjadi potongan-potongan yang lebih kecil untuk mengusir cairan (whey). Lembaran dadih inilah yang ditumpuk satu sama lain. (3)
Yah, dalam proses pembuatan inilah, bahan tambahan seperti air dan pewarna dimasukkan. Jadi, jangan heran kalau ada keju di pasaran yang memiliki rasa dan penampakan berbeda.
Selain membutuhkan gizi untuk pertumbuhan, imunitas anak juga sangat rentan. Imunitas anak belum berkembang sempurna, sehingga perlu dijaga dengan mencukupi asupan zat gizi. Nah, protein sendiri dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel imunitas. Sedangkan mikronutrien untuk antioksidan yang melindungi sel-sel imunitas mereka.
Dilihat dari komposisi yang ada, selain rendah lemak, keju dapat memenuhi 30 persen kebutuhan kalsium harian, sumber vitamin D dan protein yang merupakan salah satu komponen esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Ini menjadi alasan lain, kenapa keju dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak. Sebagai penambah tenaga dan juga penyokong pertumbuhan, keju layak dimasukkan dalam daftar belanja. Kan sayang, kalau manfaat keju ini tak terpakai hanya karena harga dan juga berita hoaks.
Pentingnya Variasi Makanan dalam Meningkatkan nafsu Makan Anak
Menghadapi anak yang picky eater di bulan puasa, kreativitas ibu sangat dibutuhkan. Salah satunya dengan membuat variasi menu yang disukai anak sewaktu buka atau sahur.
Variasi makanan anak merupakan hidangan yang terdiri dari olahan berbagai macam masakan yang dipadukan dan disajikan dalam waktu tertentu. Apalagi untuk menunjang puasa, perlu adanya kegiatan makan yang sehat. Meliputi pengaturan jumlah kecukupan makanan, jenis makanan dan jadwal makanan, yang fungsinya untuk mempertahankan kesehatan.
Keju cheddar KRAFT dalam hal ini bisa ditambahkan untuk membuat sajian istimewa. Tanpa perisa tambahan, rasa lezat nan gurih yang tergambar dalam aromanya tentu dapat menggugah selera.
Kreasi Keju KRAFT:
“KRAFT Crolette”. KRAFT Crolette singkatan dari crown omelette. Pembuatannya mudah dan bahannya didapat dengan harga terjangkau. Karena harus ada crown (mahkota), kita memerlukan keju kualitas tinggi untuk membuatnya. Di sinilah kelebihan keju cheddar KRAFT.
Catatan:
- Pastikan menggunakan keju KRAFT cheddar, kandungan protein dan kalsium yang tinggi membuat keju tak mudah patah. Pun ketika proses memasak satu parutan dengan yang lain meleleh sempurna sebelum mengeras dan pembuatan crown berhasil.
- Agar hasil optimal, menggunakan kemasan mini memudahkan kita dalam menentukan takaran yang pas.
- Karena di rumah ada bocil, parutan keju bisa dilakukan terlebih dahulu dan diletakkan dalam mangkuk misalnya.
Mudahkan?
Sebagai variasi, agar bocil dapat menikmatinya saya menambahkan garam, merica dan juga kaldu jamur/ ayam (ini menyesuaikan) serta susu full cream dalam kocokan telur. Selain tambah gurih, rasa omelet pun akan terasa seimbang.
Apa yang Membuat KRAFT Crolette Istimewa?
Bahan mudah didapat
Kepraktisan sangat sesuai di bulan puasa ini. Terlebih dalam menyiapkan menu buka atau sahur. KRAFT Crolette dapat dibuat dari bahan sederhana, tetapi penampilannya terkesan mewah. Telur dapat dibeli di toko terdekat, pun dengan keju.
Tinggi protein dan kalsium dapat meningkatkan bahan bakar tenaga si bocil. Selain mengenyangkan juga membuat perut terasa nyaman. Mereka jadi tidak risau dan mudah tergoda akan makanan lain. Pun untuk menjalankan aktivitas tiada gangguan yang berarti.
Rasa sesuai di lidah
Gurih lezat dari keju asli membuat lidah dan tenggorokan tak mudah serak. Bahan alami yang digunakan mengurangi ketidaknyamanan si kecil saat makan. Apalagi untuk anak yang peka akan rasa.
Mudah dipraktikkan bersama bocil
Masak bersama bocil dapat mempererat bonding. Pun cara ini dapat melatih kemampuan mereka dalam skill di dapur dan berkomunikasi. Namun, perlu dipastikan, proses memasak yang dilakukan dimulai dari proses sederhana. Pembuatan KRAFT Crolette sangat sesuai dengan tujuan ini. Apalagi kalau makanan yang dibuat adalah sesuatu yang bocil sukai. Pasti jadi momen spesial.
Bagaimana dengan Sobat di rumah? Apakah ada pengalaman lain membuat KRAFT Crolette?
Sumber:
- https://media.neliti.com/media/publications/30944-ID-pengembangan-keju-lemak-rendah-sebagai-pangan-fungsional.pdf
- https://media.neliti.com/media/publications/220709-uji-kadar-lemak-keju-cheddar-dengan-vari.pdf
- https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/pharmasipha/article/view/1125