Ramadan berlalu, aktivitas harian dimulai lagi. Pun dengan kegiatan Ibu Profesional (IP). Sebagai komunitas yang mengedepankan kemajuan pemikiran dan perkembangan perempuan sekaligus ibu, kita dituntut untuk belajar dan belajar. Salah satunya melalui kegiatan Matrikulasi.
Ibarat masuk kampus, Matrikulasi ini sebagai masa ospek atau peralihan untuk mengikuti jenjang pendidikan setelahnya. Matrikulasi mengenalkan kita pada keberagaman informasi sekaligus pemanfaatannya. Rutinitas baru di grup facebook, zoom dan juga diskusi WA nyatanya memerlukan pertimbangan matang untuk melangkah. Salah satunya berpikir kritis.
Kenapa perlu berpikir kritis? Informasi saat ini terus berkembang, melalui berbagai sisi terdapat info yang kadang berbeda, tumpang tindih ataukah bisa dikatakan beragam. Untuk itulah kita perlu berlatih untuk berpikir kritis dalam memilih dan memilah informasi sesuai kebutuhan.
Bagaimana Cara Berpikir Kritis?
Tanyakan pada diri sendiri mengenai 3B.
Apakah sudah BENAR informasi yang sudah kita dapatkan?
Apakah BAIK untuk diterapkan?
Apakah BERMANFAAT untuk diri sendiri ataukah untuk orang lain?
Dari berpikir kritis kritis ini ada banyak hal yang bisa kita dapatkan, di antaranya:
- Mengambil keputusan dengan tepat.
- Melihat masalah dari berbagai perspektif.
- Menemukan ide dan peluang baru.
- Meningkatkan kreativitas.
Sudahkah kita menerapkan berpikir kritis ini dalam kehidupan sehari-hari?
Inilah pertanyaan yang saat ini masih belum sepenuhnya terjawab.
Mengenal CoC (Code of Conduct) Institut Ibu professional (IIP)
Sebelumnya, saya mengenal CoC hanya sebagai panduan atau pedoman saja. Nyatanya, CoC ini sebagai perwujudan dari praktik pemikiran kritis yang harus kita pelajari sebelum masuk komunitas. Apa pun dan di mana pun!
Seperti dalam Matrikulasi 10 saat ini, terdapat ±500 Penjelajah (peserta Matrikulasi) dengan beragam latar belakang dan profesi. Dari pelajar hingga yang berumah tangga, semua didudukkan dalam satu ruangan. Untuk itulah perlu CoC yang dapat menyamakan persepsi dan tujuan saat mengikuti IP.
Prinsip dasar CoC: Semua boleh dilakukan kecuali yang tidak boleh!
- Bicara politik dan kritik pemerintah
- Gibah dan fitnah
- Khilafah
- SARAT (Suku Agama, Ras, dan Anggota Tubuh)
- Anti keberagaman
- Screen Shoot
- Forward percakapan pribadi atau grup
- Konflik kepentingan (pribadi, partai, bisnis dan value)
Jadi, CoC lebih luas dari sekadar pedoman. Di dalamnya ada komitmen yang harus dijaga dan diperjuangkan. Jika kebahagiaan adalah tujuan yang kita cari, CoC ibarat jalan pembuka untuk menemukan kebahagiaan dalam komunitas.
Sebagai ibu, bukankah kita berhak bahagia? Bahagia tak bisa ditunggu. Layaknya peluang, ia harus dicari dan diperjuangkan. Ibu yang bahagia dapat menerapkan perilaku yang bermartabat. Dari sinilah dasar kita untuk mengembangkan diri sebagai teladan bagi penghuni rumah. Tidak hanya untuk anak tetapi suami, orang tua, mertua dan juga tetangga yang kita kenal.
Berpikiran Kritis, CoC dan Kesiapan Diri
Lanjut ataukah berhenti!
Itulah yang saya pikirkan ketika memahami pentingnya berpikiran kritis dalam berkomunitas. Saat memilih ikut IP sampai ke jenjang Matrikulasi, saya tak berpikiran terlalu jauh. Asalkan bisa selesai ya sudah. The end.
Namun, apa yang saya dapat? Tidak ada, hanya rasa lelah.
Titik inilah yang membuat saya kembali perlu menata dan menyiapkan diri. Tak ingin mengulang kesalahan sama seperti sebelumnya, saya terdiam sejenak. Fokus dan menetapkan tujuan. Tanpa menoleh dan peduli akan distraksi dari orang lain, saya perlu menyelami diri.
Misi Menentukan Bekal Matrikulasi
Layaknya sebuah perjalanan, kita butuh persiapan/ bekal untuk menunjang aktivitas atau kegiatan yang akan kita lakukan. Pun dalam Matrikulasi ini, di antaranya:
Niat untuk menjadi pribadi yang bermartabat
Segala sesuatu dilihat dan dinilai dari niat. Berbekal niat untuk mengupgrade diri, saya memiliki beberapa list pencapaian ketika mengikuti Matrikulasi.
- Saya ingin mengikis sisi diri yang santai dan kadang apa adanya.
- Saya harus memiliki kegiatan yang bermanfaat.
- Lebih aktif dalam mengutarakan pendapat, entah di grup ataukah secara mandiri.
- Mengambil peran setidaknya 1x selama mengikuti kegiatan grup.
- Upgrade ilmu dan pemikiran yang bermanfaat untuk keluarga.
Dari beberapa targetan di atas, saya merasa lebih siap dalam mengikuti kegiatan Matrikulasi. Kegiatan yang berjalan selama ±3 bulan ini tentu memiliki tantangan sekaligus kesulitan tersendiri. Namun, dengan berlandaskan niatan tadi, kita bisa lebih mudah dalam mengingatkan diri kita yang lain.
Niat tidak hanya di awal, tetapi juga di tengah jalannya kegiatan bahkan hingga akhir.
Niat ini pula yang menjadi pengingat di kala kita ingin menyerah atau sekadar pasrah. Pun dari niat yang memang sejatinya ingin berubah, saya jadi lebih mampu untuk mengenali sisi diri. Di mana saya mampu optimal menjalankan peran, tahu waktu untuk recovery dari keterpurukan masalah dan juga paham di mana kelemahan diri terutama dalam eksistensi dan kepercayaan diri.
Persiapan Fisik
Belajar untuk mengutarakan pendapat atau menerima itu butuh kesabaran dan juga usaha. Komunikasi mengajarkan saya untuk mampu memahami dan juga membuat orang lain setidaknya tahu apa yang saya rasakan.
Matrikulasi yang berjalan selama berbulan-bulan (Cie lama sekali! Memang begitulah adanya.) memiliki masa pembelajaran yang padat. Walau belum dikatakan ekstrem setidaknya selalu ada kegiatan, entah diskusi, materi dan juga tugas. Jam kegiatan pun beragam, kadang malam ataukah siang.
Demi bisa menyesuaikan, dibutuhkan kerja sama dengan suami, Bestie (pasangan selama Matrikulasi) dan juga dengan anak.
Kan tidak lucu, kalau kita lelah dan tidur di waktu materi/ diskusi. Namun, kalau sudah terpaksa, kita harus pandai menyiasati. Salah satunya bekerja sama dengan Bestie dan juga menonton siaran ulang dari materi atau diskusi.
Persiapan Mental
Mental yang kuat menjadi dasar untuk bisa show up. Mau percaya atau tidak, ketika berpendapat atau bertanya di forum, kita dapat menjadi lemah dan malu karena diri sendiri menganggap kalau bertanya itu konyol. Padahal sejatinya tidak!
Menjadi pribadi yang ingin tahu sekaligus mampu mengungkapkannya adalah PR bagi saya. Karena itulah, sejak sebelum mengikuti IP saya sudah berjanji sekaligus mempersiapkan diri untuk bisa berubah.
Sayang, kalau kita masuk dalam komunitas berkualitas tanpa mampu mengambil manfaat darinya. Walau hanya sedetik, sejengkal ataukah setitik saja, ada kebaikan yang mampu kita tanamkan kepada diri sendiri dan orang lain.
Manajemen waktu
Waktu menjadi prioritas dalam rutinitas. Ikut komunitas berarti kita harus siap untuk kehilangan kesempatan atau waktu lainnya. Ada harga yang harus kita bayar. Untuk itulah, agar dapat menikmati waktu yang ada, kita butuh persiapan sekaligus perencanaan yang tepat.
Mengenali waktu nantinya juga akan membantu kita untuk mengatasi situasi yang tidak diinginkan. Pun dari sini kita bisa minimalisir kekecewaan karena menganggap komunitas tak memberikan dampak pada diri kita.
Sebenarnya, komunitas yang berdampak pada diri kita atau kita yang berdampak pada komunitas?
Dua hal ini perlu kita pikirkan secara matang. Seperti yang saya tulis di awal, komunitas pasti menawarkan segudang manfaat kalau kita mau membuka diri dan ikut ambil peran di dalamnya.
Berbeda jika kita hanya berperan sebagai penonton dan hanya melihat. Diminta ke kanan kita ke arah sana, pun kalau diminta sebaliknya kita melakukan tanpa adanya pertanyaan, mengapa kita ke sana? Apa yang kita lakukan? Apakah yang saya lakukan sudah benar, ataukah hal ini memberi dampak positif pada diri saya?
So, persiapkan waktu dengan baik untuk menyongsong kegiatan beragam dan bermanfaat.
Disiplin
Disiplin adalah ciri orang yang menghargai waktu. Saat materi ya mengikuti, diskusi ya ikut berperan aktif di dalamnya. Menjadi bagian dari kegiatan secara langsung menjadi penyemangat sendiri. Momentumnya berbeda antara langsung berkecimpung di dalamnya ataukah mengikuti kegiatan setelahnya.
Disiplin juga membuat kita menjadi sosok yang dapat menghargai waktu sekaligus sebagai wujud ungkapan syukur karena memanfaatkan diri secara optimal. So, disiplin tentu menjadi bekal aktif mengikuti kegiatan.
Komitmen
Berkomitmen itu sulit. Buktinya! Hubungan yang berlandaskan seperti pernikahan ada yang tak mampu menjaganya. Pun kalau komunitas, ada sebagian anggota yang tak mampu menyelesaikan misi hingga akhir.
Komitmen adalah bentuk tanggung jawab kita untuk senantiasa memberikan versi terbaik diri. dari komitmen pula, kita dapat menilai kualitas diri. layaknya sebuah cermin, pantulan diri dalam menjalankan komitmen menjadi dasar orang lain melihat siapa kita sebenarnya.
Analisis dalam Perbekalan
Perbekalan di atas sudah BENAR karena dapat diaplikasikan untuk menunjang berlangsungnya poin 1, 2 dan 3 dalam membentuk perilaku bermartabat yang tertuang dalam CoC IIP.
Bekal di atas juga sudah BAIK. Selain menunjukkan perilaku bermartabat yang memang harus dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Juga sebagai perwujudan dari komitmen tadi, sehingga apa yang kita dapatkan dapat ditransfer kepada yang lain.
Dilihat dalam sisi BERMANFAAT, harus ada perubahan sebelum dan sesudahnya. Hal ini pun dapat dirasakan oleh orang terdekat. “Ibu terlihat lebih tenang dan tidak marah-marah.” Menjadi pencapaian sederhana yang memberikan dampak luar biasa pada diri. nyatanya, saat apa yang kita lakukan penuh persiapan, ada hal istimewa yang menanti. Di saat saya bahagia, orang lain di sekitar juga ikut merasakannya.