Pengalaman Menjadi Mentor Mbak Lini di Bunda Cekatan

Tiga minggu menjadi mentor ternyata membawa pengalaman tersendiri. Minggu awal diawali dengan saling mendekatkan diri melalui perkenalan dan sharing mengenai target yang ingin dicapai. Minggu kedua check in tentang progres kemajuan target. Minggu ketiga ini perihal check in hubungan mentor dan mentee.

Hal lain yang saya pelajari dalam proses interaksi mentor dengan menteenya adalah berusaha menghindari jawaban tidak tahu. Selain menguatkan posisi mentor juga menghindari mentor dianggap tidak peduli. Selayaknya, mentor itu bisa memanfaatkan teknik fasilitasi untuk bisa menyamarkan ketidaktahuannya.

Teknik Fasilitasi Sebagai Mentor

Proses mentoring kali ini harus secara langsung, melalui percakapan atau vc. Semuanya dilakukan untuk mengurangi adanya miss komunikasi/ kesalahpahaman. Bahasa dalam bentuk ketikan/ tulisan berbeda dengan pembicaraan secara langsung. kadang, salah penempatan tanda baca bisa merubah makna dari kalimat yang dikeluarkan. Jadi, walau sinyal kembang kempis tak keruan, saya dan Mbak Lini selalu mengupayakan untuk bisa saling ngobrol.

Menjadi mentor via telpon wa

Dalam mempermudah proses interaksi mentoring diperlukan ketrampilan dalam menjalin komunikasi ataukah menggali informasi. Inilah pentingnya kita mengetahui teknik fasilitasi. Secara sadar atau tidak, saat menjadi mentor ada beberapa teknik fasilitasi yang bisa kita terapkan, diantaranya:

Power of question: Dalam hal ini menggunakan pertanyaan kunci untuk memantik rasa ingin tahu dan berpikir lebih kritis mentee agar diskusi menjadi lebih hidup. Pertanyaan tidak hanya berasal dari mentee tetapi juga berasal dari mentor.

“Bagaimana perkembangan kepenulisan novelnya? Perencanaan babnya?”

“Apa targetan dari nulis novel?”

“Bagaimana proses riset yang dilakukan sebelum menulis novel?”

Active listening: Selain memberikan pertanyaan, mentor juga perlu belajar menjadi pendengar yang baik. Proses ini penting untuk mengetahui perkembangan dan pengetahuan mentee. Saat sudah biasa melakukan dan merasakan manfaatnya, cara ini  bisa diadopsi di keluarga.

Dalam menulis novel, saya perlu mengetahui cerita dari latar novel itu. Dengan demikian, saya mampu menemukan adanya celah dalam cerita. Celah inilah yang nantinya masuk sebagai bahan diskusi sekaligus koreksian.

Encouraging: Adanya tanya jawab sambil berinteraksi dengan memberi kesempatan masing-masing mengeluarkan isi hati dan pikiran. Saling memberi dan menerima. Cara ini mendorong semuanya untuk mengeluarkan isi hati dan kepala.

Salah satu hal menarik yang kami bahas mengenai pemilihan tokoh. Selain memasukkan pendapat saya, saya juga menanyakan pendapat Mbak Lini. Sejauh mana ia ingin menggambarkan tokoh pilihannya. Tidak bisa sembarangan. Harus ada sebab dan akibat. Mau membuat sosok yang cool, cuek, tidak banyak bicara tetapi anti wanita. Ya harus runut penggambaran serta respons tokoh pada trigger yang mengubah kepribadiannya.

Mirroring: Mentor bertanya mentee menjawab sesuai jawaban mentor, kemudian divasilitasi untuk tahu apa yang dilakukan. Cara ini dilakukan dengan menangkap apa yang dikatakan orang lain persis seperti yang diucapkan dengan mengulang kembali setiap kata yang diucapkan. Kadang-kadang ini dibutuhkan untuk meyakinkan orang-orang tertentu bahwa mereka didengarkan. Beberapa bahasan diulang, walau sudah dicatat kami saling memberikan konfirmasi.

Paraphrase: Menggunakan mirroring dari kata kunci yang ada. Poin-poin dari setiap jawaban disampaikan ulang. Cara ini membantu kita untuk mengetahui apakah lawan bicara menangkap pembicaraan atau tidak.

Intentional silent: mentor tidak hanya menyuapi agar mentee bisa menemukan lintasannya sendiri. Dalam hal ini mentor diharapkan bisa membuka pembicaraan dan membuat mentee menjadi nyaman. Semoga sudah sesuai ya. Bagaimana pun dan dimanapun, saya senang menanggapi mentee dengan semangat belajar tinggi. Yang lebih penting juga tidak baperan atas kritik dan saran.

Pengalaman menjadi mentor bisa dinikmati di sini!

Sosok Mbak Lini

Dari awal pemilihan mentor, Mbak Lini aktif menghubungi. Dalam menentukan waktu mentoring juga lebih bersemangat. Bukannya saya tidak tertarik, hanya saja saat itu perasaan belum klik. Masih perlu meraba mau dibawa ke mana mentoring ini. Apakah sama dengan yang pernah saya lakukan sebelumnya ataukah tidak? Yang jelas saya  merasa senang dan bangga. Lebih tepatnya grogi juga.

Seiring berjalannya waktu, saya menikmati proses mentoring yang ada. Pembicaraan kami pun bisa berlangsung lebih dari 15 menit. Kami ibarat gelas yang menemukan tutupnya. Bicara apa pun seperti nyantol dan ngalir. Diskusi tentang novel pun terasa hidup.  

Mbak Lini sama seperti saya, sibuk di wilayah domestik. Hebatnya, ia tetap mau mempersiapkan latar dan segala keperluan cerita secara mendalam. Tulisannya menjadi bukti kalau ia mencintai dunia kepenulisan khususnya novel. Mengaku sebagai pemula dan pembelajar autodidak, tapi hasil novelnya bisa dikatakan sangat layak baca. Pembahasan topik yang diangkat terasa kuat. Pun dari penokohan dan latarnya bisa semakin tergambar karena memang sudah ada riset sebelumnya.

Dalam hal ini saya mengakui semangat juangnya untuk terus berbenah lebih kuat dari apa yang pernah saya rasakan. Dulu, saat awal menulis, saya masih kurang PD untuk bisa publish baik di platform online atau dalam komunitas. Perlu banyak pemikiran ulang. Namun, Mbak Lini mampu menekuni hobi nulis novel sembari tetap belajar untuk memperbaikinya.

Keterusterangan dan rasa ingin tahu Mbak Lini menambah keyakinan saya kalau memang Mbak Lini sesuai dengan passionnya. Pun Ketika membaca targetan yang ingin dicapai, semuanya seperti sudah menjadi habbit yang tak bisa dipisahkan.

Senang rasanya bisa berinteraksi dengan orang-orang yang memberikan efek positif. Dari Mbak Lini saya juga bertekad untuk bisa menyelesaikan tulisan. Menulis dengan target terukur dan tetap bisa dipertanggungjawabkan. yang lebih penting lagi, konsisten!

Check in Relationship

Dalam proses interaksi, saya merasa nyaman sehingga dapat berbicara panjang kali lebar. Rasanya berbicara dengan teman lama, menyenangkan dan hidup. Untuk lebih rincinya, saya tuliskan secara lebih detail:

Kenyamanan: Apakah sudah jujur dan terbuka? Sejak awal saya sudah menawarkan mau dibawa ke mana mentoring yang kita lakukan ini? Seperti apa proses dan juga yang dibutuhkan. Semuanya dibicarakan bersama. Tak perlu membandingkan diri dengan proses mentoring orang lain. Pun dalam menentukan waktu vc, saya dan Mbak Lini aktif diskusi. Bila ada yang berhalangan saling memberitahu. Sehingga jadwal yang keluar memang berdasar kesepakatan.

Sebagai mentee, Mbak Lini memiliki semangat juang yang sangat besar. Ia mampu membuka pembicaraan. Pembawaannya pun enak dan adem. Saya merasa nyaman untuk gamblang dalam menyampaikan kritik dan saran. Yang lebih menyenangkan lagi, ia tidak baperan.

Prioritas waktu: Apakah bisa menjadi prioritas bersama. Dalam hal ini kami membuat kesepakatan. Alhamdulillah semuanya berjalan sesuai ketentuan dan komitmen. Pun untuk melakukan mentoring, sudah ada alokasi waktu yang diluangkan seminggu sekali, sekitar 15-30 menit. Kalau pembahasan dirasa kurang, masih ada 15 menit tambahan lagi.

Fokus: Saling bertanya dan terbuka apakah keduanya sudah memfokuskan diri pada proses mentoring. Alhamdulillah Mbak Lini mengakui kalau interaksi kami memberikan dampak positif pada tulisannya. Walau sempat bingung selama proses eksekusinya, tetapi diskusi kami masih tetap berlanjut. Mulai dari pemilihan tokoh, alur, setting tempat dll, semuanya dibicarakan.

Indikator: Dalam hal ini kami membicarakan indikator di awal pertemuan. Alhamdulillah sampai saat ini masih sesuai. Walau penulisan novel dilakukan di awal waktu, proses pembenahan tetap dilakukan. Saran saya kalau memang dalam satu minggu itu kita harus bisa menentukan agar lebih terarah, apakah hanya menulis ceritanya ataukah sudah masuk dalam tahap editing. Menulis dan proses editing sebaiknya dilakukan di waktu berbeda.

Semoga tetap istiqomah untuk bisa menyelesaikan satu bab selama seminggu. Percaya dirilah dengan apa yang dimiliki. Jangan mudah goyah dengan pendapat atau cara orang lain mengeksekusi tulisan. Semua punya ciri khas masing-masing. Maka, berbanggalah dengan apa yang dimiliki saat ini.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *