Pentingnya Mencatat Kemajuan Dalam Mentoring

Berbicara tentang mentoring tidak melulu berbicara perihal kegembiraan saat mengikutinya. Ada rasa Lelah, jengah ataupun putus asa. Nah, mentoring sudah berjalan lima pekan ini tentu saja layaknya naik roller coaster. Serr. Dada berdegup cepat. Mau berhenti dan teriak tetapi sudah terlanjur dijalankan.

So, biar mentoring tidak membosankan dan berlalu begitu saja, segala sesuatunya perlu dicatat dan didokumentasikan.

Aliran Rasa Selama Mentoring

Minggu ini ada perasaan lelah dan bosan. Entah karena badan yang tidak fit ataukah karena yang lain. Yang pasti, sudah mencapai titik ingin istirahat. Berbeda jika kita berbicara langsung dengan orang ataukah bertatap muka itu sangat berbeda. Energi yang ditularkan pun terasa lebih mengena. Dan saya memang membutuhkan suasa untuk ke luar rumah. Maklum, semingguan ini hujan.

Tak ingin hanya berpangku tangan apalagi menyerah, saya mencoba untuk terus bergerak dan menulis. Tidak mau mengambil tema yang berat. Lebih ingin mengambil momen yang sekarang dijalani. Kebetulan ada dua momen yang dilakukan. Satu dari kegiatan sekolah anak, yang kedua dari playdate Ibu Profesional. Suntikan ilmu dan energi ini mampu membuat saya setidaknya menoleh pada niatan dan tujuan awal.

Pertemuan saya dengan mentee—Mbak Lini, juga menjadi salah satu momentum untuk recall lagi tujuan yang ingin dicapai. Semangatnya untuk terus belajar dan mendalami dunia menulis memantik saya untuk bisa istiqomah di jalan yang dipilih. Kami juga lebih banyak sharing perihal pengalaman menulis dalam dunia digital. Ini juga menjadi sesuatu yang baru bagi saya. Apalagi dalam menulis di aplikasi Rakata.

Sayangnya, pertemuan dengan mentor terkendala waktu. Kebetulan, saya minggu ini kegiatan padat. Hujan malah membuat kerjaan di rumah berlipat ganda. Pun dengan mentor. Mentoring lebih banyak berupa chat atau dari video call. Terasa berbeda, tetapi tidak mengurangi intensitas komunikasi kami.

Fokus pada Kemajuan Mentoring

Kemajuan itu layaknya dicatat. Terlihat atau tidak, tulis. Perkembangan itu seperti apresiasi pada diri sendiri. Pun ini bisa menjadi sarana untuk evaluasi diri. Karena itulah saya kembali menoleh ke belakang, melihat perjalanan yang telah dilakukan selama lima minggu ini.

Goal: Dalam jangka panjang bisa menghasilkan uang dari blog. Dalam bulan ini, bisa mengikuti satu lomba menulis blog.

Minggu kedua, berhasil menulis artikel merupakan kebanggaan. Satu minggu, satu artikel bisa langsung praktik. Salah satu hal yang mendukung semua ini karena saya sudah kangen nulis. Nulis itu bisa menjadi sarana healing buat saya yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

Minggu ketiga sudah mulai posting artikel. Rasa takut tidak sempurna itu terkalahkan oleh rasa puas dan bangga diri. Ternyata aku bisa lo melakukan semua ini. Beruntung keluarga mendukung dan selalu memberi support. Dari diskusi dari mentee atau dengan mentor memberikan gambaran baru perihal apa yang dilakukan. Semua lebih gamblang. Harus fokus pada satu hal dulu dan kali ini saya memilih menulis blog.

Minggu keempat dan kelima, tidak banyak kemajuan yang terjadi. Namun, saya masih menulis di catatan atau coretan untuk dijadikan bank ide. Berbicara dengan mentor membantu saya untuk menghargi diri. Secuil apa pun harus dihargai. Bagaimana pun, nulis itu harus konsisten. Tetap dilakukan apa pun yang terjadi!

Minggu keenam, saya menikmati kegiatan di luar. Setelah sekian lama. Sekarang menjadi lebih bersemangat karena bisa menjadi bahan tulisan. Apa pun, kapan pun dan di mana pun bisalah untuk menjadi ide tulisan. Pun saya juga memberanikan diri ikut lomba blog, dalam hal ini temanya “Bersama Eiger Sejenak dan Selamanya”. Membuat janji, target dan juga berlatih menulis setidaknya membuat saya lebih PD sebagai penyumbang kemeriahan lomba ini.

Emosi Selama Proses Mentoring

Dalam hal ini banyak hal yang terjadi, yah sebagai gambaran inilah yang saya alami.

Minggu 2: Memulai mentoring dengan bahagia
Minggu3: Ibu harus jadi penggerak keluarga. jadi harus semangat berkarya.
Minggu 4: Bingung dengan rutinitas
Minggu 5: Berdamai dengan diri
Minggu 6: Semangat Menginspirasi

Aliran Rasa Mengerjakan NHW Selama Mentoring

Minggu ini saya ingin melakukan gebrakan baru. Saya ingin setor NHW dalam bentuk gambar saja. Ah, edit gambar saja, terlihat mudah dan indah. Namun, nyatanya tidak semudah itu Ferguso!

Dari kemarin saya berada di depan laptop hanya menyisakan gambar kosong. Belum ada tulisannya. Sekali milih huruf, dirasa cocok dan nulis. Eh warnanya gimana, diperkecil hilang ataukah diperbesar bingung cara menghilangkannya. Rasanya kok lama banget!

Mau pakai aplikasi apa untuk edit? masih bingung. Canva yang katanya mudah menurutku justru membuat pusing. Pakai web atau aplikasi lain juga masih sama. Ah, ya sudahlah. Kembali ke mode tulis setidaknya memberi jeda untuk bisa berfikir. Rasanya juga lebih mudah dilakukan. Ngetik begitu saja sudah jalan dan jadi NHWnya.

Yuhu, memang diri ini aneh ya kalau dilihat seperti ini lebih banyak jalan tempatnya. Padahal niatan dan rencana sudah terperinci, tetapi semuanya tetap bergantung pada eksekusi yang dilakukan.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *