Korona dan kusta memiliki dampak sosial yang mengerikan. Keduanya menguliti kepercayaan diri penderitanya. Ini jugalah yang dirasakan oleh Pak Ian. Sebagai buruh di jagal sapi, uang yang dikumpulkan hanya cukup untuk menyambung hidup. Penderitaannya kian terasa saat badannya tak mampu untuk diajak bekerja lagi.
Pak Ian awalnya mengira ia kecapekan dan mengalami demam yang berulang disertai bercak keputihan di tangan dan wajah. Di akhir tahun 2019 keadaan kian memburuk, badannya seringkali tak enak. Ia pun kerap izin. Namun, kalau dirasa mampu, ia terpaksa tetap bekerja.
Awal tahun 2020, pemeriksaan yang dilakukan di puskesmas justru membuatnya dijauhi warga. Bukan hanya dirinya yang mendapat perlakuan diskriminasi karena luka seperti panu yang membesar di tangan dan wajah. Istri pun dijauhi tetangga dan kedua anaknya tak bisa berteman dan bermain lagi di desa. Kesedihan memuncak di kala ia tak bisa bekerja dan usaha istrinya tak laku dengan alasan takut tertular.
Entah siapa yang memulai, berita tentang Pak Ian kian merebak bahkan sampai di desa sebelah. Maklum, ini kali pertama ada warga yang sakit seperti dirinya.
Di awal waktu, warga menduga Pak Ian terkena antraks. Pekerjaan yang erat kaitannya dengan sapi di daerah dekat TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan kehidupannya yang dekat tanah kuburan menjadi pemicu isu ini berkembang.
“Wis ora ono pilihan. Iki omah sekalian warisan. Ora ono liyane.” (Kami memang tak punya pilihan. Ini adalah rumah sekaligus warisan satu-satunya.)
Itulah jawaban Pak Ian di kala tetua dusun bertandang dan menanyakan apa yang terjadi. Lelaki berperawakan kecil nan kurus itu tak mampu menyembunyikan kesedihannya, pun ketika ia dituduh minum air resapan orang mati yang menjadikannya sakit.
Sejak saat itu, isu simpang siur semakin meresahkan warga apalagi ditambah kedatangan korona. Ambyar! Seakan mendahului ahli, warga mengeluarkan pendapat kalau apa yang Pak Ian alami sama bahayanya dengan akibat korona yang bermula di Wuhan itu.
Mengenal Kusta Lebih Dekat
Bagi masyaraka awam penyakit ini sulit dideteksi karena gejalanya bisa menyerupai gejala penyakit lain. Biasanya, diagnosa kusta ditegakkan setelah adanya pemeriksaan yang mengindikasikan adanya:
- Adanya bercak kulit yang mati rasa (baal)
- Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan saraf sepeti mati rasa
- ditemukannya bakteri tahan asam (BTA) pada apusan kulit.
- Daya infasi tidak menyebabkan penyakit akut.
Penyakit komplikasi biasanya perkembangan dari tanda yang ada. Semisal ada bagian kulit baal di tangan, saat memasak tanpa sengaja terkena api. Namun, karena penderita tak mampu merasakan luka akhirnya melebar. Inilah nantinya yang dapat menjadi sumber infeksi/ peradangan.
- Tidak gampang menular.
Dari 100 pasien 95 di antaranya kebal. Semisal 5 orang terpapar, 3 diantaranya tetap sehat karena imun kuat. Sedangkan 2 yang lain berpotensi terkena. Untuk masa inkubasi pun membutuhkan waktu 4-5 tahun, itu pun gejalanya muncul setelah bertahun-tahun.
Tanda yang paling menonjol dan membuat si penderita insecure adalah bercak yang ada di kulit dan perubahan fisik. Bagaimanapun kulit menjadi sasaran kasat mata. Hitam, coklat, ataupun putih, memberi warna tersendiri. Apalagi kalau ada noktah atau suatu tanda, pandangan orang pasti akan tertuju ke sana. Inilah yang membuat penderita kusta merasa tak nyaman.
Kusta memang bukan penyakit bawaan apalagi penyakit yang mudah menular. bakteri yang membawa penyakit ini pun butuh inang (manusia) untuk bisa bertahan hidup. Jika kita menjaga imun semua dapat teratasi. Namun, kusta akan bekembang dan lingkungan kumuh nan lembab mampu menunjang kehidupan mereka.
Tanda dan Gelaja
Tanda dan gejala penderita kusta berbeda satu dengan yang lain. Itu biasanya berdasarkan jenis kusta. Menurut WHO ada dua jenis kusta Pausibasiler (PB)dan multibasiler MB)
Tanda Utama | Pausibasiler (PB) | Multibasiler (MB) |
Bercak Lepra | Jumlah 1-5 | Jumlah> 5 |
Penebalan saaf tepi disertai gangguan saraf | Hanya 1 saraf | Lebih dari satu saraf |
Kerokan jaringan kulit | BTA negatif | BTA positif |
Dari jenis lepra yang ada akan ada reaksi hipersensitivitas imun yang nantinya kalau dibiarkan menjadi kronis. Jadi, bagi penderita kusta lebih baik segerakan memeriksakan diri agar mendapatan penanganan secara optimal. Beda jenis, beda obat dan lamanya pengobatan.
Berikut beberapa gejala yang dialami penderita kusta, antara lain:
- Kulit berubah menjadi lebih putih. Kalau di area terang menjadi kemerahan. Bercaknya tidak disertai gatal dan berkuangnya sensitivitas di sekitar area tersebut.
- Kulit kasar, tidak berambut, kadang panas.
- Kesemutan, nyeri ketusuk-tusuk.
- Gangguan gerak, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh.
Titik Balik Cobaan
Adanya peran aktif dari pemangku desa membuat kehidupan Pak Ian menjadi lebih baik. Inisiatif untuk memberikan penyuluhan mengenai kusta pun dilakukan. Setelahnya, kekhawatiran masyarakat mereda, tetapi belum sepenuhnya hilang.
Pak Ian pun mulai melakukan pengobatan, sedangkan sang istri mengurus ternak. Trauma yang dialami keluarga membuat mereka membangun batas sendiri. Yah, walaupun tidak sampai menarik diri, kepercayaan diri mereka sudah terluka.
Seiring waktu berlalu, binar semangat kedua anak Pak Ian mulai mengikis stigma di masyarakat. Dalam tubuh seoang anak tersimpan pemikiran terbuka dan menerima. Inilah yang mulai menembus batas stigma itu dan menciptakan lingkungan bermain yang kondusif bersama teman-temannya.
Belum genap keluarga Pak Ian bernafas lega, korona mendekat dan siap menghadang. Ia yang masih menjalani pengobatan harus rela di rumah saja dan membiarkan sang istri mengurus ternak dan bekerja serabutan.
Mengatur Keuangan Keluarga
Pak Ian sepenuhnya di rumah. keuangan mereka carut marut, sejak saat itu sang istri yang mengelola keuangan yang ada.
Sebagai seorang ibu, entah di rumah ataukah di ranah publik, kita perlu menjadi manajer keuangan keluarga. Bukan hanya sebagai tukang kasir yang mengelola keluar masuk uang, kita juga perlu memikirkan visi misi jangka panjang dari uang yang kita keluarkan.
Bagaimana kalau kita berada di posisi istri Pak Ian?
Pemasukan menipis bahkan kadang tidak ada sama sekali. So, sudah sewajanya kalau lebih selektif dalam mengelola uang.
- Mengatur Skala Prioritas
Dalam keluarga Pak Ian, kesehatan masuk dalam prioritas keluarga. Selain untuk pengobatan rutin juga membentengi anggota keluarga yang lain.
Pengobatan yang dilakukan untuk penderita kusta memang gratis, tetapi efek samping yang ditimbulkan membuatnya kadang tak nyaman. Ada yang panas, kaki bengkak bahkan kemerahan. inilah yang membuat Pak Ian juga berupaya untuk mandiri dan menjaga kebersihan tubuhnya.
Sedangkan untuk makan, mereka mengandalkan hasil pekarangan atau sayur yang ada di sekeliling. Untuk lauk pun tak perlu mahal, ikan hasil pancingan di sungai sudah mengenyangkan. Kalaupun masih kurang biasanya tempe/ tahu.
2. Pendidikan Anak
Uang saku anak tak berkurang walau pembelajaran beralih ke rumah. Namun, istri Pak Ian tak kalah pandai dalam menyiasatinya. Untuk mendapatkan uang jajan ataupun pengisi kuota, kedua anaknya diminta untuk membantu bekerja di kandang. Mencari rumput, membersihkan kandang, nyombor sapi (memberi minuman campuran dedak, garam, kadang diselingi potein ternak), ataukah membeli kolonjono (sejenis rumput). Dalam mengisi kegiatan harian pun, mereka tetap diminta untuk mengaji saat malam hari.
Keuangan khusus untuk pendidikan mereka tidak punya, tetapi ketika mendapatkan bantuan dari pemerintah uangnya digunakan untuk perencanaan pendaftaran dan juga untuk memenuhi kebutuhan sekolah.
3. Tabungan sekaligus Dana Darurat
Walau tak besar, istri Pak Ian selalu menyisihkan uang sebagai bekal untuk melakukan apa pun. Entah 5.000 ataukah 10.000 komplong bekas susu yang ada di dapur harus terisi.
Sayangnya, untuk merencanakan tabungan di bank ataukah dalam bentuk yang lain, keluarga ini masih belum bisa optimal. Selain karena tidak terbiasa juga karena pemasukan yang tak menentu.
Kadang, kalau Pak Ian mampu bekerja, ia tidak meminta upah. Pendapatan yang seharusnya dimiliki digantikan dengan bahan bangunan. Selain persiapan untuk menambal dinding yang bolong juga sebagai rencana cadangan kalau mereka memang sudah tak memiliki uang sama sekali.
4. Menambah Pendapatan
Hal ini dilakukan sang istri dengan menerima pesanan makanan ataukah menjadi buruh masak. Dalam sekali masak mulai jam 4 hingga 8 pagi, 40.000 sudah masuk kantong, Itu pun sudah diberi sayur atau lauk gratis. Jika warung sepi dan tak memungkinkan, biasanya ia bekerja di sawah.
Mengenai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, ada bantuan dari warga. Di sisi lain, Pak Ian tetap beraktivitas di rumah. Seperti membuat kandang yang kemudian dijual, membangun pagar sendiri ataukah mengurus ayam dan unggas.
Ketika masa korona sempat mereda, Pak Ian mencoba untuk bekerja di tempat pemotongan ayam bersama temannya. Dari sanalah ia mendapat tambahan uang.
Pengaturan keluarga mereka masih dibilang sederhana, tetapi dalam kesederhanaan itu terdapat perjuangan dan hasil keringat yang bisa dikatakan jauh dari kata mapan.
Yah, walau perjalanan masih jauh, prinsip yang tak mau berhutang juga perlu diacungi jempol. Mereka lebih memilih hidup dengan mengoptimalkan kedua tangan dan kaki sendiri daripada harus berharap kepada orang lain.
“Lebih enak hidup merdeka dan apa adanya. Selain lebih nyaman juga dapat meringankan beban hidup”
Pak Ian
Nekat tetapi Tahu Diri
Pak Ian menyadari kalau keadaan sulit berubah. Sang istri sudah berusaha optimal untuk membantunya. Untuk itulah ia berusaha mandiri dengan mengurus dirinya setelah mendapat pemahaman dari pihak puskesmas.
Berikut beberapa alat yang dapat disiapkan di rumah:
- Sabun cair untuk cuci tangan sebelum melakukan aktivitas. Kalau bisa menggunakan air mengalir
- Minyak kelapa murni untuk menjaga kulit agar terhindar dari kekeringan dan menjaga kelembapan area sekitar bercak. Kalau maudiganti Vaseline juga tak masalah.
- Batu apung untuk membesihkan bagian kulit yang baal
- Karet gelang untuk berlatih menggerakkan jari yang mati rasa.
- Ember, sebaiknya khusus atau dibedakan.
3M
Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
Merawat diri
Setiap hari membiasakan diri untuk melakukan 3 M, di antaranya:
- Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur.
Mata diperiksa di depan kaca, apakah ada tanda kemerahan, kemasukan debu ataukah ada kotoran di dalam atau di sekitarnya.
Memijat mata bagian atas dengan jari telunjuk ke arah luar 2x, pun dengan bagian bawah.
- Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik.
Trauma bisa berupa benturan ataukan cedera. Dalam hal ini bisa dilakukan dengan memakai kaca mata kalau bepergian atau ketika mengendarai motor. Pun kalau bekerja di sekitar rumah sebaiknya menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).
- Merawat diri
Untuk tangan yang mati rasa lebih baik direndam dengan air biasa setidaknya 10 menit, kemudian bagian yang baal dibersihkan dengan batu apung. Kalau sudah bersih dan kering dibalurkan minyak kelapa. Pun sama dengan kaki.
Bagi tangan yang mengalami mati rasa atau kesemutan latih dengan mengikat 2-3 jari dengan karet gelang kemudian mencoba untuk merentangkan tangan ataukah menyatukannya.
Bila ada bagian tangan atau kaki yang luka pun sama. Harus dicuci dan ditutup lukanya. setelahnya bisa dengan meluruskan.
Selain itu memenuhi gizi sangat dibutuhkan. Yah walau dalam kondisi sulit, sayur harus ada.
Pengobatan yang dilakukannya pernah terhenti hampir tiga minggu, selain karena rasa fustrasi juga efek samping yang ada. Semisal ada pembengkakan di kaki ataukah demam yang datang silih beganti. Setelah mendapat dukungan keluarga dan kerabat Pak Ian kembali menjalankan pengobatan.
Hikmah di Tengah Korona
Korona memberikan pengalaman bagaimana dikucilkan, harus isolasi mandiri dan juga hidup dalam keterbatasan. Dari apa yang terjadi, sikap masyarakat pun mulai berubah. jia sebelumnya hanya sebagian kini semuanya telah menerimanya. Apalagi ketika korona bertandang dari satu rumah ke rumah yang lain, empati masyarakat kembali terbangun.
Mereka saling bergotong royong untuk membantu warganya yang kekurangan atau harus dirumahkan semisal seperti Pak Ian. Pak Ian pun tak lagi merasa tersisih, ia sudah kembali beraktivitas seperti semula. Ke masjid, keja bakti dan juga berani menyapa tetangga.
Terimakasih Pak Ian, kau mengajarkan akan arti sebuah perjuangan dan keikhlasan. Terakhir, saat ada yang menanyakan, “Apakah Pak Ian benci pada warga atas apa yang terjadi?”
“Sakit hati pasti ada, benci tidaklah! Saat ini kita semua kesusahan, harus guyup rukun agar meningkatkan imun,” candanya.