Semangat belajar

Semangat mengejar ketinggalan

Itulah yang saya lakukan beberapa bulan belakangan. Mengetuk komunitas satu, mendaftar, mencoba aktif kemudian mendaftar komunitas lain. Di awal waktu terasa menyenangkan. Namun, setelahnya badan terasa limpek. Ibarat kerupuk, sudah melempem (tidak renyah) duluan sebelum dimakan.

Apa yang salah dengan saya? Ke mana semangat yang semula menggebu-gebu?

Satu persatu benang kegiatan saya urai. Jawabanya pun akhirnya ketemu, saya tidak fokus. Boro-boro bahagia, pekerjaan justru tak kunjung selesai. Awalnya, semangat baja terkumpul nih. Sudah aktif, bersiap menulis, tetapi lupa tentang apa yang mau diutarakan.

Kadang juga, selingan telah berhasil menggoda waktu luang menjadi sesuatu yang sia-sia. Mau mencari sumber tentang kekerasan seksual, berakhir di halaman gosip. Tak jarang pula melihat reels ataupun tik-tok sampai tengah malam.

Mencari pelarian dengan ngobrol dan ikut kegiatan grup, nyatanya tak sesuai keinginan. Kesalahpahaman yang sebenarnya sepele justru menjadi pemicu yang tak terelakkan. Saya tak nyaman, teman lain pun ada yang tak enak hati. Semangat jadinya menurun, apalagi kalau kita dibicarakan di belakang. Nyesek!

Kebiasaan jelek yang sulit diubah! Inilah permasalahan yang tanpa sadar mengintai kesehatan saya. Pagi sudah ikut kelas zoom, siang, sore ataupun malam pun demikian. Kadang sehari dua hari bisa istirahat, tetapi berlanjut lagi di kemudian hari.

Karena merasa senang, semuanya tidak terasa. Namun, lambat laun badan semakin pegal-pegal di setiap sendinya. Lelah salah satu gejala yang sering saya sepelekan. Biasalah, mungkin dibuat istirahat juga sudah kembali pulih. Sayangnya, semua ini tidak ditunjang dengan pola makan yang baik.

Saya penyuka kopi, sebagai sarapan seringkali kopi pahit menemani pagi dengan kue kering atau pisang goreng. Kadang, kalau tidak ada yang dimakan, cukup kopi pahit saja. Jam makan siang baru makan nasi dengan sayur dan lauk seadanya. Adanya ikan ya makan ikan, adanya ayam ya Alhamdulillah, pun kalau adanya kerupuk ya dilahap. Semua masuk.

Emosi, Penentu Kinerja yang Sering Terabaikan

Emosi dan fisik merupakan satu kesatuan. Tak dapat dipisahkan. Bagian yang mengaturnya pun berdampingan. Layaknya sebuah rumah, setiap ruangan di dalamnya memiliki peran dan fungsinya sendiri.

Sumber: Webinar dr. Aisyah Dahlan

Jika otak diibaratkan sebagai rumah, lobus dan juga bagian di dalamnya ibarat kamar. Perlu adanya suatu stimulus ataukah jalan untuk saling menghubungkannya. Hebatnya otak, jembatan yang menghubungkan ini tidak bersentuhan secara langsung. Perlu adanya neurotransmitter untuk merekatkannya.

Misal kita ni pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan. Sebut saja ditipu oleh teman, katanya pinjam sehari sampai bertahun-tahun pun tak dibayar. Nah, jika suatu saat hal ini terjadi lagi, adanya teman lain yang mau pinjam uang. Pikiran kita sudah memasang tanda WARNING! Pasti tidak dibalikkan nih. Kebanyakan sudah suudzon duluan.

Pengalaman ditipu ini masih tersimpan dalam memori otak (system limbic). Bisa terlupakan ketika kita memiliki memori baru. Pemicu dengan adanya teman yang meminjam ini sebagai neurotransmitter. Karena memiliki ingatan buruk nan kuat, munculah sikap tak sadar yang suudzon ini. Yah, walau sesaat, perasaan seperti ini bisa muncul. Sangat bisa.

Tidak semua orang berpikiran atau bertindak seperti itu. Bagi mereka yang belajar ilmu dan memiliki pengalaman mendalam, akan mampu menyaring pendapat atau opsi lain. Astaghfiulloh seringkali terucap sesaat setelah kita bisa mengendalikan situasi lagi.namun, tak jarang pula yang kebablasan. Terlanjur marah, jadilah punya perspektif buruk pada orang yang meminjam uang.

Otak yang terisi ilmu dan kebaikan memiliki jalur informasi yang rapi dan tertata. Namun, bila dipaksakan atau dipakai terlalu lama tanpa adanya perawatan, dapat menyebabkan kelonggaran ataupun tekanan di salah satu bagian.

Balik ke emosi yang berpusat di Amigdala, setiap manusia memiliki emosi dasar yang memang sudah diberikan Allah. Salah satunya amarah. Jika dalam kondisi terdesak ataukah ketika kenyataan tak sesuai harapan, tentulah kita akan marah. Ini wajar, sebagai proses dalam merespons adanya peristiwa buruk yang terjadi. Yang membedakan satu dengan yang lain adalah waktu untuk menetralisirnya.

Kalau terlalu lama dapat mendekam erat di tubuh. Inilah yang berbahaya. Dari dr. Aisyah Dahlan, emosi itu juga mengalir dalam aliran darah. Karena otak yang mengatur emosi dan perjalanan darah ini beriringan, saling keterkaitan. Kalau ada yang tidak beres, aliran darah pun terganggu. Nah, apalagi kalau ditunjang dengan pola tidur, pola makan ataupun kebiasaan yang tak baik, tentu saja semua menjadi semakin buruk.  

Gawai Memicu Otak On

Gawai memiliki kegunaan yang tak diragukan lagi. Di sini saya hanya mengambil salah satu saja, ponsel. Mau berkomunikasi dengan teman, pakai ponsel. Bekerja pun sama. Sekolah online apalagi. Ponsel sudah menjelma menjadi barang pokok yang sulit untuk ditinggalkan.

Itulah yang terjadi pada saya. Bangun tidur buka ponsel, lihat wa, fb ataukah ig. Sedetik untuk melihat info, tetapi bisa berjam-jam melihat gambar ataukah berita di belahan dunia lainnya. Siang pun tak jauh berbeda, segala aktivitas kerja dan sekolah menggunakan ponsel. Bahkan, waktu tak terasa sudah sore demi bisa menyelesaikan materi melalui zoom.

Otot sekitar mata semula kaku, tetapi dienyahkan. Jadilah merambat ke bagian tubuh lain. Hal ini menyebabkan pusing yang tak berkesudahan. Yah, walau seringkali mengkampanyekan untuk menggunakan ponsel secara bijak, nyatanya saya malah justru terlena.

Ponsel memiliki arus magnetik yang dapat bepengaruh pada sel syaraf otak. Dalam keadaan sadar, gelombang ini akan mengaktifkan syaraf kita. Dari mata, penggunaan secara terus menerus membuat ototnya menegang. Apalagi kalau kita menggunakan ponsel dengan cara tak tepat. Salah satunya dengan tiduran, cahaya yang kurang  ataupun penggunaan dalam waktu lama. Mata pasti bekerja lebih keras.

Selain mata, telinga pun sama. Apalagi untuk pengguna headset/ earphone. Penggunaan secara terus menerus dalam waktu lama dapat mengganggu pendengaran. Budeg/ tuli istilah kasarnya. Walau tidak permanen. Yang lebih menyebalkan lagi kalauorang yang sering menggunakan “pengganjal telinga” ini dipanggil tidak menjawab. Ehm, bisa menjadi pemicu permasalahan juga lo.

So, penggunaan ponsel ini juga dapat mengganggu kualitas tidur kita. Yang seharusnya bisa 6 jam, justru terpangkas untuk upaya merilekskan sel otak. Berbicara mengenai sel otak ini, jadinya ingat Yu-mi Cells, film tentang perjalanan gadis bernama Yumi (Kim Go-Eun) dalam kehidupan hariannya.

Salah satu yang aktif adalah sel lapar. Ia digambarkan sebagai karakter sel yang lucu dengan kepala berbentuk bulat. tentu saja ciri khasnya yaitu tak tahan melihat makanan, apalagi kalau cadangan energi di dalam tubuhnya menippis.

Melalui cerita ini, setidaknya kita bisa melihat bagaimana kerja keras sel setiap harinya. Nah, sekarang bayangkan kalau sel ini bekerja setiap hari. Sehari, dua hari setidaknya bekerja. Namun, di hari selanjutnya, kinerja mereka justru akan menurun.

Sel itu hidup, layaknya manusia ia juga butuh makan dan beristirahat. Kalau dipaksakan untuk bekerja dengan asupan tak memadai, bayangkan saja kalau kita mengaktifkan waktu pemicu “kehancuran” diri. Ketika fisik lelah, emosi meningkat, segala sesuatu yang keluar dari diri kita benuansa negatif dan menyakitkan. Baik untuk diri sendiri ataupun orang lain.

Revisi Pola Hidup

Hidup terus berjalan, saat satu mengalami masalah, perlu jalan lain untuk memperbaikinya. Pun dengan aktivitas harian. Sejak tahu kalau saya sering pusing dan juga tekanan darah meningkat, beberapa pola hidup yang kurang sehat saya pangkas. Apalagi yang berhubungan dengan gawai.

  1. Penggunaan ponsel terbatas, khusus untuk media sosial yang sekiranya hanya untuk membuang waktu luang dialihkan dengan bertanam. Selain ponsel,computer, earphone dan juga game diminimalisir. Disesuaikan dengan kebutuhan lah!
  2. Selanjutnya, memperbaiki menu harian, jika biasanya lebih banyak protein hewani, sekarang lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah.
  3. Menambah intake air putih. Selama ini saya lebih banyak mengkonsumsi air berwarna. Bukan air dicampur warna, tetapi air itu harus ada rasanya dan tak terlihat bening begitu saja. Seperti teh, kopi, wedang jeruk ataukah menimuan jenis lain asalkan terlihat ada sentuhan warna.
  4. Beraktivitas di luar. Selama ini, semua kegiatan difokuskan di rumah. Sesekali memang perlu mengambil langkah untuk bisa jalan-jalan, karena dekat pantai ya ke pantai. Kalau kepepet, hanya ke sawah. Meluaskan pandanganlah, murah meriah asalkan bisa hepi untuk semua anggota keluarga.
  5. Berfokus melakukan sesuatu. Jika sebelumnya segala job ataukah tantangan saya ladeni, saat ini saya lebih fokus kepada beberapa aktivitas saja. Selain menghemat tenaga, materi pemikiran, dan juga untuk kepentingan bocil. Kasihan kalau ia tak adayang menemani main.

Selain beberapa hal teknis seperti di atas, saya juga memperbaiki pola komunikasi dengan anak, suami dan juga ipar (kami hidup dalam satu rumah). Berbagi cerita efektif untuk mengangkat beban yang sekiranya terasa berat. Walau kadang tak menghasilkan solusi, ada yang mau mendengarkan itu sudah luar biasa leganya.

Yah, itulah beberapa hal yang terjadi belakangan ini. Sambi menyapih ponsel, saya lebih banyak menekankan diri untuk menulis. Bagi Sobat yang senang menulis, aksara ini juga dapat menjadi salah satu healing yang mudah dan dapat dipaktikkan di mana pun. Selamat mencoba.

Walau sedikit semoga dapat bermanfaat. See u soon.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *