Senyum di Rumah Mertua


Masih ingatkah dengan pemberitaan diatas? adakah hikmah yang bisa kita ambil? sebaiknya ada ya!


Senyum tidak hanya diibaratkan sebagai bentuk kebahagiaan semata. Senyum merupakan kekuatan dan pertahanan kita dalam mengahadapi kenyataan hidup. Senyum adalah pertahanan diri yang membuat kita lebih bersemangat menghadapi kenyataan. Bahkan senyum adalah ekspresi penghargaan kita terhadap diri sendiri dan orang lain atas perjuangan yang telah dilakukan.

Pernahkah mengenal sosok di bawah ini?

Seorang wanita cantik, rupawan, lemah lembut, keibuan, pandai berhemat terlebih berpenghasilan sendiri, pintar memasak, cinta kebersihan, dan , murah senyum.


Mungkikah itu kita? Sosok menantu idaman yang tak ada cacat dan seharusnya dirawat dan disimpan dalam almari kaca. Seandainya ada istilah menantu idaman, nah adakah sosok mertua idaman. Bukankah sosok mertua yang familiar di telinga diantaranya seperti ini: cerewet, tukang atur, pelit, suka ikut campur urusan orang, muka mirip mak lampir dan mudah tersinggung.


Dapatkah sobat membaca dan membedakan sosok yang kugambarkan? Itulah sosok ‘menantu’ dan ‘mertua’ yang selama ini tergambar dalam masyarakat kita. Perbandingannya seperti air dan api yang tidak pernah sejalan dan harmonis. Saya tidak mengatakan semuanya kebohongan, hanya saja kita harus lebih bijak. Tidak ada yang sempurna, bersama ada kelemahan ada kelebihan. Begitu pun sosok ‘menantu’ atau pun ‘mertua’.


Sebelum menyandang kehormatan sebagai seorang istri, sosok mertua menjadi mimpi buruk. Belum lagi setelah mendapat wejangan dari ibu tercinta mengenai perilaku wanita yang seharusnya. Memasak, bersih-bersih, mencuci, melayani suami dan lain banyak hal cukup membuat memori ini terasa penuh. Namun, selepas menjalaninya, mulut ini bisa mengatakan dengan lantang, “Ketakutan saya hanyalah ilusi”. Mertua sama seperti kita, mereka ingin diperlakukan sama seperti kita. Sejak saat itulah aku yakin ada celah untuk semakin mempererat hubungan diantara kami.


Melalui proses yang panjang, hubungan itu saya rajut. Dimulai dari membersihkan hati, menguatkan tekad, menebalkan telinga hingga rajin konsultasi dengan nenek atau pun mertua. Perlahan roda hubungan kami mulai terhubung.  Untuk itulah, berbekal dari membaca buku, mendengar curhatan teman, sanak-saudara hingga bekerjasama dengan suami, saya memberanikan diri menulis ini.


            Sekarang bagaimana dengan sobat?

            Seperti yang digambarkan dalam buku “Agar Bidadari Cemburu Padamu” karya Salim Afillah kedudukan kita sebagai wanita sholehah dapat lebih tinggi dari sosok bidadari. Hal ini diperjelas dalam perkataan Rasulullah SAW saw bahwa wanita bani Adam lebih utama dibanding bidadari. Ada sebuah hadits yang cukup panjang dari Ummu Salamah mengenai semua ini.


Saya berkata, ”Ya Rasulullah SAW, beritahu saya mana yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari?”

Beliau bersabda, ”Wanita dunia lebih utama daripada bidadari, seperti utamanya zhahir atas batin.”

Saya bertanya, “Ya Rasulullah SAW, karena apanya?”

Beliau menjawab, ”Karena shalat, puasa, dan ibadah mereka kepada Allah. Allah memberi cahaya pada wajah mereka, dan mengenakan sutera pada tubuh mereka. Warna kulit mereka putih, pakaian mereka hijau, perhiasan mereka kuning, pedupaan mereka mutiara, dan sisir mereka emas. Mereka berkata, ”Kami adalah wanita-wanita abadi, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita bahagia, tidak akan miskin selama-lamanya. Kami adalah wanita-wanita penduduk tetap, tidak akan pindah selama-lamanya. Dan ketahuilah, kami adalah wanita-wanita yang telah ridha, tidak akan marah selama-lamanya. Berbahagialah orang yang menjadi milik kami, dan kami menjadi miliknya.” (Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ummu Salamah ra.)


Sebagai seorang anak/ istri atau pun ibu, ada begitu banyak kesempatan bagi kita untuk bersaing bahkan mengalahkan sosok bidadari yang luar biasa itu. Bagaimana bisa? Optimalkanlah peranmu saat ini sebagai ladang amal.


Khususnya dalam hal ini, tulisan ini mengetuk hati para istri. Seperti yang diketahui, ridho suami dapat menjadi jalan istri untuk dapat menapaki surga. Dalam memperoleh ridho itu ada begitu banyak cara yang bisa ditempuh. Salah satunya dengan berbakti kepada orang tua suami, yang lebih keren disebut mertua. 


Kedatangan kita sebagai menantu di rumah mertua merupakan suatu anugerah tersendiri (jika kita mau memahami dan memaknainya dengan hati). Diantara pembaca, pasti ada beberapa yang mendebat (maaf bukan berprasangka, hanya biasanya seperti itu). “Benarkah anugerah bukan suatu bencana? Bukankah biasanya permasalahan menantu dan mertua sangat banyak!” Suatu pemikiran dan realita yang saya katakan BENAR. Hanya saja, di sini saya mengingatkan, anugerah atau pun bencana tergantung dari sudut pikir kita.


Cobalah diresapi lagi!

Permasalahan yang timbul dalam ‘rumah’ kita merupakan bentuk dari ketidaksesuaian komunikasi antara penghuninya. Tugas kitalah sebagai pion utama dalam permainan ini untuk merajut komunikasi yang tepat. Segala sesuatu yang terjadi pada proses merajut komunikasi itu memang kadang, menyesakkan, menyedihkan, melelahkan bahkan membuat kita tertekan. Namun, di sisi lain proses itulah yang membuat kita lebih kuat, terasah kesabarannya, dan yang terpenting dapat terus bersyukur akan nikmatNya.


Ingatlah harga surga itu MAHAL, sedangkan kehidupan kita teramat singkat. Dimana untuk mencapainya tidak bisa dibeli dengan uang atau pun kekayaan yang kita punya. Iman dan ketakwaan kitalah yang nantinya dapat ditukar dengan tiket untuk masuk ke dalamnya. Menyia-nyiakan kehidupan membuat kesempatan kita meraih tiket surga menjadi berkurang. Untuk itu, saatnya mengambil keputusan! Berdiam diri dan menyerah pada keadaan ataukah mengubah sudut pandang bahkan sikap kita saat berada di hadapan mertua.


Belajar dari sifat bidadari yang tergambar dari hadist di bawah ini, Siapkah Anda untuk mundur selangkah demi dua atau tiga langkah ke depan?


Dari Ali bin Abi Thalib bahwasannya Rasulullah SAW saw bersabda, ”Dalam Surga ada tempat pertemuan para bidadari. (Di sana) mereka bernyanyi dengan suara-suara yang tidak pernah didengar semisalnya oleh makhluk apapun. Mereka melantunkan (lirik-lirik lagu): ’Kami wanita alam baka, takkan binasa selamanya. Kami wanita ceria, tak kenal susah selamanya, Kami wanita yang rela, tak kenal murka selamanya. Bahagialah laki-laki yang menjadi milik kami. (Bahagialah manusia), yang kami milik dia.’” (Hadits Shahih Riwayat at-Tirmidzi)


   Cobalah sejak detik ini rubahlah diri kita menjadi sumber kebahagiaan bagi keluarga dan mertua. Buatlah mereka sadar akan keberadaan kita. Senyum kita adalah kunci penghargaan diri dan aset masa depan bahkan sampai akhirat. Untuk itu kita harus selalu berupaya untuk membekali diri dengan ilmu.


            Semoga Allah mempermudah usaha kita. Amin


Salam saying dari keluarga D.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *