Racun Konflik

Banyak aspek yang membuat hubungan menantu dan mertua retak. Dari hal yang sifatnya sederhana (yang terkadang kita sepelekan)  sampai  sesuatu yang besar dan mendasar. Dalam buku Kaifa Taksibana Hamataki yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Hidup Rukun dengan Ibu Mertua”, Muhammad al-Qadhi merinci beberapa hal yang menyebabkan retaknya hubungan menantu (terutama ibu) sebagai berikut:

1. Adanya Perbedaan Peran

Masing-masing pihak memiliki cara pandang sendiri berdasarkan peran mereka masing-masing. Mertua merasa memiliki anak laki-lakinya karena ia berperan sebagai ibu, sementara si istri juga merasa sepenuhnya memiliki suaminya. Dari kondisi inilah muncul beberapa permasalahan nyata, antara lain:


a.      Perasaan cemburu. 

Perasaan ini banyak muncul antara mertua wanita dan menantu wanita. Sejak anaknya menikah, ibu merasa kehilangan. ‘Cemburu’ dengan menantu karena anaknya kini harus berbagi dengan istrinya. Sebaliknya, istri tidak terima suaminya masih lengket dengan ibunya. Di antara keduanya saling cemburu, takut kehilangan. Ibu takut kehilangan anak, sedangkan istri takut kehilangan suami.


b.      Istri ‘dianggap’ melalaikan atau memang melalaikan kewajiban

Seorang ibu sangat terpengaruh dengan keadaan anak-anaknya. Ia akan bahagia seiring kebahagiaan anak – anaknya dan bersedih karena kesedihan mereka. Temasuk, mengenai permasalahan satu ini. Terkadang (disengaja atau tidak), istri mengabaikan tugasnya merawat rumah, memelihara anak-anaknya, bahkan mengabaikan dirinya sendiri.


Sehingga muncullah suatu pernyataan dari mertua, “Menantu saya adalah orang yang teledor. Ia tidak bisa memelihara rumah, suami, dan anak – anaknya. Bahkan, ia juga tidak perhatian terhadap dirinya sendiri. Lalu bagaimana mungkin saya bisa menyukainya, sementara anak saya tidak merasa senang dan tenang tanggal di rumahnya.”

Biasanya jika mendengar perkataan seperti itu, bagaimana respon kita sebagai menantu?

c.       Perbedaan gaya hidup dalam membelanjakan harta

Hal seperti ini sering terjadi, istri dan mertua merasa berhak membelanjakan uang suami/ anaknya. Di satu sisi, istri tekadang boros dalam mengeluarkan harta, sedangkan di sisi lain ibu mertua pelit. Terkadang, model seperti ini juga terjadi dalam bentuk yang lain. Sebagai contoh, istri berhemat dalam membelanjakan harta, tapi ibu mertua pelit. Bahkan, ibu mertua tidak peduli dengan kondisi menantunya sedikit pun.


Demikianlah, orang yang pelit tidak akan pernah merasa peduli dengan kondisi orang – orang di sekitarnya. Sejumlah istri banyak yang mengalami masalah seperti ini. Ibu mertua selalu menghitung pengeluaran menantunya dalam segala hal. Misal, sang menantu harus memakai pakaian ini, makan makanan ini, membelanjakan harta suaminya untuk ini dan itu, dan sebagainya.

2. Berkaitan dengan Persepsi dan Budaya Keluarga

Nilai, pendidikan, kebiasaan, dan aturan yang berlaku di masing-masing keluarga berbeda, dan ini bisa menimbulkan konflik, antara lain:


a.      Perbedaan lingkungan dari gaya hidup

Bisa disinyalir, mayoritas persoalan ketegangan hubungan antara istri dan mertua dapat bermula dari perbedaan lingkungan dan gaya hidup. Bagaimana bisa? Silakan cermati perumpamaan berikut ini:


Masyarakat pedesaan terbiasa melakukan hal yang menjadi tuntutan hidup lingkungannya yang terkadang mengesampingkan pemenuhan pendidikan. Hal tersebut seperti mengurus hewan ternak, bertani, atau pun bekerja sebagai buruh. Ketika seseorang tidak mampu melakukan beberapa pekerjaan tadi dengan sempurna, ia akan diremehkan oleh penduduk lainnya. Menurut masyarakat pedesaan, ia akan dianggap sebagai orang yang gagal karena tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik.


Sedang menurut masyarakat perkotaan, pekerjaan-pekerjaan tadi bisa jadi dianggap sebagai sesuatu yang hina dan tercela. Bahkan mereka menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang penting. Hal ini disebabkan pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan karakter dan lingkungan mereka.


Jadi, bila seorang istri dari kota tinggal bersama suaminya di desa, atau sebaliknya. Ia tidak bisa melakukan pekerjaan itu dengan baik. Hal itu bukanlah suatu aib bagi istri, melainkan sebuah realitas yang patut ‘dipahami’ bahwa pengaruh lingkungan sangat berperan dalam pembentukan karakter keluarga. Nah, pemahaman inilah yang menjadi bibit permasalahan mertua dengan menantu. Jika keduanya tidak saling berbagi dan mengenal maka jurang pemisah dapat terbuka lebar.


b.      Tinggal seatap dengan keluarga ipar.


Terkadang ada istri yang tinggal serumah bersama keluarga besar suaminya. Di sana, tinggal juga beberapa keluarga ipar. Mereka semua ditugasi untuk mengurus rumah, baik menyediakan makanan mau pun merawat rumah. Walau pun hal tersebut sudah jarang terjadi, namun hal itu masih ada dan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya pertentangan antara ibu mertua dan istri.


Masalah tersebut muncul saat ibu mertua melihat sejumlah istri dari ipar berkumpul di hadapannya. Kemudian ia membandingkan mereka semua. Terkadang ada salah satu istri yang berusaha merusak hubungan antara ibu mertua dan menantu yang lain. Dengan begitu, ia bisa menguasai simpati dan cinta ibu mertuanya sendirian.

3. Perkawinan yang Tidak Disetujui.

Jika perkawinan tidak disetujui, tentu sejak awal hubungan dengan mertua akan berjarak dan tidak nyaman. Apalagi kalau tinggal serumah dengan mertua, konflik bisa sering terjadi. Beberapa kasus yang sering terjadi di masyarakat:


a.      Menikahi wanita yang tidak disetujui orang tua.

Dalam banyak hal, seorang pemuda sangat ingin menikah dengan wanita pilihannya sendiri. Di satu sisi, sang ibu tidak menyetujui wanita pilihan anaknya. Di antara alasannya ialah terdapat persoalan keluarga yang berlarut – larut jika wanita tersebut masih termasuk famili atau jika termasuk anak tetangga. Atau calonnya hanya wanita sederhana dan biasa – biasa saja, hingga ia dianggap tidak layak menjadi istri bagi anaknya.


Di sisi lain, anaknya merasa bahwa wanita tersebut serasi dengan dirinya. Karena itu, ia memaksa untuk menikahi wanita itu. Sedangkan sang ibu tetap enggan mengubah pandangannya terhadap wanita tersebut.


Persoalan dimulai tatkala keduanya sudah mengucapkan janji suci di depan penghulu, terlebih bila mereka harus tinggal di rumah mertua. Sehingga terjadilah konflik diantara mereka dimana keduanya saling menolak dan saling melawan.


b.      ‘Kecantikan’ (luar atau dalam).

Terkadang sebagian orang menganggap aneh perkara ini. Apa hubungan kecantikan wanita dengan pembahasan ini. Namun, sebenarnya banyak permasalahan antara ibu mertua dan istri yang disebabkan oleh ‘kecantikan’ istri. Kecantikan ini dilihat secara harfiah atau pun dari akhlak. Ada yang cantik luar tapi dalamnya rusak begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, mertua tidak senang kepadanya. Ia menganggap bahwa wanita tersebut tidak layak menikah dengan anaknya. Bahkan, anaknya lebih pantas mendapatkan wanita yang lebih darinya.

4. Perbedaan Cara Berpikir (level of thinking)

Biasanya menantu melakukan penolakan awal terhadap mertua karena sering merasa tidak satu level pemikiran. Perbedaan masa kehidupan salah satu faktornya, seperti karir, anak, pendidikan dan sebagainya. Hal ini tercermin dari contoh berikut:


a.       Buah hati tak kunjung tiba

Masalah kesuburan dipandang sebagai masalah yang penting. Hal ini dapat menyebabkan munculnya pertentangan antara istri dan ibu mertua. Ketika istri terlambat memiliki anak beberapa tahun, kerisauan seorang ibu mertua semakin hari semakin bertambah. Hal itu tentunya menyebabkan hubungan antara istri dan ibu mertua agak terganggu.


Ia menganggap menantunya tidak bisa memberikan cucu yang dapat mengisi rumah dengan kegembiraan dan keriangan. Padahal belum tentu alasan mereka belum mempunyai momongan karena ketidakmampuan istri. Ada yang memang berencana menunda momongan  karena karir atau gaya hidup. Ada pula pasangan yang tidak berencana memiliki momongan. Dari alasan tersebut, terkadang mertua tidak mentolerir alasan-alasan seperti itu yang dirasa hanya dibuat-buat. .


Dari kesalahahaman inilah, ibu mertua mulai menyebarkan ‘racun’ pada menantunya dan berusaha keras membujuk anaknya agar menceraikan istrinya yang ‘mandul’, kemudian menikah dengan wanita lain. Karena menurut pandangan beliau, masih banyak wanita lain yang bisa memenuhi kriterianya.


Tentu, sikap ibu mertua yang seperti itu dapat membuat perasaan sang istri hancur dan terluka sehingga ia akan membenci ibu mertuanya karena dianggap tengah mengharapkan kehancuran rumah tangganya dengan berbagai cara. Ibu mertua dianggap tengah memanfaatkan setiap kesempatan untuk mencapai keinginannya.


b.      Pikiran dipenuhi cerita ‘bohong’

Sebagian orang percaya terhadap ramalan, baik yang berupa kesialan mau pun keberuntungan. Mereka membangun hidup mereka di atas kepercayaan terhadap pikiran – pikiran itu. Terkadang, ibu mertua merasa sial dengan menantunya. Akhirnya, perasaan ini mempengaruhi hubungannya dengan sang menantu.


Sebaliknya juga, terjadi sikap tertentu yang berkaitan dengan keberadaan ibu mertua di rumah anaknya sehingga istri merasa selalu sial. Dengan begitu, hubungannya dengan ibu mertua dibangun berdasarkan pengaruh perasaan itu.

Permasalahan yang terjadi di keluarga sobatku semua apakah salah satu diantaranya?

Kalau Ya, apa yang sudah dilakukan?

Kalau tidak, silakan di catat dalam Catatan Hati, siapa tahu sesuatu yang kita anggap sebagai bencana menjadi inspirasi bagi keluarga lain!

Demikian beberapa hal yang bisa meretakkan hubungan antara menantu dan mertua. Karena itu, sebagai lelaki atau wanita, harap pandai dalam memilah dan memilih calon pasangannya.


SALAM SAYANG DARI KELUARGA D.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *