Strategi Menghadapi Anak Spesial Bersama Fasil Hakim

Hari Kamis 20 Februari 2025 saya kedatangan tamu dari sekolah Hakim. Lebih tepatnya fasil Hakim. Fasil istilah saya menyebut guru yang mendampingi Hakim di sekolah. Fasil beda dengan wali kelas ya. Kalau istilah lebih kerennya shadow teacher. Yups, kok butuh fasil segala? Anaknya kenapa? Hakim itu spesial pake banget.

Hakim Anak Spesial

Sebagai gambaran, Hakim pengidap SPD (Sensory Processing Disorder), ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan juga Disleksia. Keberadaan Hakim spesial di sekolah. Kali pertama mereka mendapat murid sepertinya. Ibarat kertas, saya selaku orang tua dan sekolah sebagai pihak pendidik sama-sama masih kosong. Butuh koordinasi untuk dapat memberikan treatment yang tepat padanya.

Saya kira yang datang hanya Mbak Veta sebagai fasil Hakim. Ternyata ada juga Mas Fihan selaku guru yang mengampu kelas kecil. Di SD Syakila—tempat Hakim sekolah, tidak ada kelas 1, 2, 3 dan seterusnya. Yang ada hanya kelas kecil (Al Farobi) dan kelas besar (Ibnu Sina). Al Farobi setingkat kelas 1, 2 dan 3 jadi satu. Sedangkan Ibnu Sina 4, 5 dan 6.

Kelas beragam seperti ini memberikan anak kesempatan belajar lebih luas, tidak terpaku pada pelajaran saja. Perbedaan usia juga mengajarkan mereka akan keberagaman sifat, watak, pemikiran dan juga perilaku. Setiap anak memiliki kurikulum dan pencapaian berbeda, setidaknya mereka dapat lebih mudah berinteraksi sekaligus beradaptasi.

Yang lebih penting pelajaran Kehidupan Hidup Dasar (KHD) terpenuhi. Setingkat Hakim setidaknya dapat mandi sendiri, berpakaian mandiri, lulus toilet training, mencuci baju sendiri, belajar memasak, mencuci piring, menyetrika dan pekerjaan harian lainnya. Walau belum sampai mahir setidaknya ia mengenal pekerjaan itu.

Kesan Awal pada Hakim

Mas Fihan sebagai guru di sekolah selama 3 tahunan merasa kaget saat kali pertama berjumpa Hakim. Saat itu masa trial, Hakim diikutkan kelas SD. Tidak ada rasa malu. Ia terlihat menonjol karena sering vocal dan teriak-teriak. Kegiatan ingin unjuk diri sulit dicegah. Inilah aku (sifat egois) masih sangat dominan.

Pun ia juga mengganggu kelas lain karena lebih banyak bicara. Tenaganya seakan tidak habis. Hakim baru mulai reda secara emosi dan polahnya setelah dihadapkan dengan lego dan disuguhi es teh.

Mbak Veta pun sama, sebagai fasil yang didatangkan ke sekolah untuk mendampingi Hakim juga kali pertama memiliki murid sepertinya. Hakim bertubuh tambun, lebih lambat bergerak dibanding teman sebaya. Emosi sulit ditebak. Sering ngambek dan kadang tantrum. Pun kalau sudah vocal sulit direm. Hanya mau main kereta jika sudah merasa bosan di sekolah. 

Anggapan sulit menghadapi Hakim bukan kali pertama saya dengar. Dalam hal ini saya tidak bisa menyalahkan pihak sekolah. Memang begitulah adanya. Menghadapi Hakim memang membutuhkan stok kesabaran yang banyak. Semakin emosi, respons Hakim juga berbalik seperti itu. Namun, kalau didiamkan juga akan semakin menjadi. Memang butuh tarik ulur dalam mendekati dan menenangkan hatinya.

Polah Hakim di Sekolah

Tindakan impulsif sebagai gejala khas ADHD Hakim seringkali merepotkan. Yups, gerakan tiba-tiba seperti itu seringkali terjadi begitu saja. Seakan terlewat tanpa sadar di depan mata. Hal ini pulalah yang seringkali membuat fasil dan guru lain was-was. Apalagi kalau berkegiatan di luar sekolah. Bila dirasa kurang kondusif dan mood Hakim memburuk, saya harus siap menjemput kapan pun dan dimanapun.

Hakim membutuhkan pengawasan khusus ketika di tempat umum. Saat itu kegiatan ada di GOR, semua fokus pada pertandingan olahraga. Sayangnya, Hakim tidak menyukai kegiatan itu. Alhasil Hakim berkegiatan di sudut GOR. Saat Azan berkumandang, tiba-tiba ia lari ke jalan. Alasannya ingin menyebrang jalan besar karena ingin salat jamaah di masjid yang berada di seberang jalan.

Perhatian guru dan fasil terbelah. Pembicaraan alot terjadi. Menurut Hakim kegiatannya tidak berbahaya. Justru menantang. Ia juga sudah besar, tahu bagaimana harus bertindak. Melihat celah kendaraan lengang itu sesuatu yang menantang adrenalin. Pun ia tahu bagaimana menyebrang yang benar. Padahal sejatinya, kegiatan itu berbahaya.

Hal lain yang Hakim lakukan saat kegiatan berenang. Ia tanpa aba-aba masuk ke dalam kolam renang yang dalam tanpa didampingi fasil. Alhasil ia hampir tenggelam kalau tidak ditolong oleh teman-temannya.

Dalam hal ini, Hakim memang merasa sudah bisa berenang. Namun, stabilitasnya masih perlu dilatih. Kalau dia tiba-tiba tertawa atau merasa tegang, sudah pasti akan tenggelam. Saat itu, secara tak sengaja ia bersenggolan dengan yang lain. Jadilah Hakim semakin panik. Beruntung sejak saat itu, Hakim mau belajar dari pengalaman dan mau diberitahu.

Hakim seseorang yang ingin diperhatikan. Ia sering berteriak atau berbicara dengan bersuara keras. Kalau tidak ia akan jahil kepada teman-temannya. Bila masih tidak diperhatikan juga, ia membuat masalah di kelas.

Hakim senang berbicara dan bercerita. Topik, pelaku dan alur sama. Hal ini seringkali membuat teman-temannya merasa bosan. Bila ada Hakim pasti yang diceritakan itu tentang kereta. Ending yang tak pernah berubah! Kereta kecelakaan dan rusak. Hancur berkeping-keping.

Mainan kereta menjadi pelarian Hakim di kala bosan. Yups, sebagai penyandang ADHD otak Hakim lebih sibuk dari siapa pun. Di otaknya seperti sudah terprogram dengan pikiran-pikirannya sendiri. Ia pun mudah bosan pada sesuatu. Terlebih kalau ia sudah merasa bisa dan tidak ada hubungan dengan kepentingnyannya. Untuk itu, mainan kereta menjadi pilihan terakhir baginya.

Kalau tidak main bagaimana? Tidur. Dimanapun dan kapan pun kalau Hakim sudah bisa pada sesuatu ataukah lelah dengan apa yang dilakukan. Ia akan tidur.

Hakim bermasalah dengan makanan/ minuman ataukah toilet training. Dalam hal makan, ia sangat pemilih. Picky eating! Bila melihat jeli, ia bisa mutah tiba-tiba. Pun kalau yang lain makan sayur atau buah outputnya sama, mual dan muntah.

Hakim jarang minum air putih. Minuman kesukaan tak lain adalah es teh. Diganti yang lain tak mau. Pun dalam hal BAB/ BAK, ia tidak mau pergi ke toilet sekolah. Yah, toilet sekolah itu memang apa adanya. Bersih, tetapi tempat terbatas. Ia menganggap toilet itu sempit, gelap dan menakutkan. Pun di imajinasinya, ada makhluk yang mengerikan di toilet yang gelap.

Padahal kalau di rumah, di tempat terapi ataukah ketika berada di kantor suami, Hakim tak ada masalah dengan toilet. Ia bisa dan mau ke kamar mandi sendiri. Ia juga tanpa disuruh senang berlama-lama di sana. Apalagi kalau di WC duduk. Hm, jadi favoritnya.

Solusi Bersama Fasil

Sampai saat ini, kami sebagai orang tua dan fasil jujur belum menemukan solusi yang tepat. Dalam artian belum semuanya bisa tuntas diselesaikan. Misal dalam belajar membaca, Hakim lebih suka belajar dengan menggunakan gadget. Berbekal laptop atau hp, ia menggunakan Al. Ingin mengetik tulisan aku lapar, ya dia bertanya ke Al lalu mau menyalin tulisan itu di papan. Kalau angka ia lebih suka lisan.

Semua proses masih trial dan error. Belum ada yang sempurna, tetapi sudah menunjukkan kemajuan. Saya dan suami tetap memeriksakan Hakim ke psikiater, terapi juga jalan. Pun pihak sekolah selalu memantau perkembangan Hakim. Kebutuhan fasil yang haus akan ilmu perihal ADHD dan disleksia juga difasilitasi dengan bekerjasama dengan psikolog klinis.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *