Suka Duka Mengikuti Mentoring Kepenulisan

Dua minggu berperan jadi mentee atau mentor, membuat saya memahami ritme diri dalam menulis. Sebagai mentor dalam bidang fiksi, saya berusaha merecall apa yang telah saya lakukan. Terutama ketika kali pertama menulis novel. Tidak percaya diri. Takut akan komentar pembaca, terutama yang hanya bisa mengkritik. Pun kalau menulis masih berantakan. Baik dari segi tata bahasa ataupun rasionalitas cerita. Pokoknya, masih banyak perbaikan yang harus dilakukan.

Proses pemilihan mentor dapat dibaca di sini.

Saat melihat tulisan bab 1 dari novel buatan Mbak Lini saya melihat adanya perubahan yang besar dibandingkan tulisan novel sebelumnya. Belajar secara autodidak tak membuatnya pantang menyerah. Memang perlu polesan, tetapi semuanya lebih rapi daripada yang sudah saya baca.

Poin utama dari bab 1 di novel menjadi penentu apakah pembaca akan lanjut atau berhenti. Untuk itulah perlu effort lebih dalam menulisnya. Baik dari segi penyampaian tokoh, latar, ataukah konflik yang ada.

Dalam diskusi kemarin, pembicaraan bab 1 ini berlangsung cukup lama, lebih dari 30 menit. Mbak Lini setor tulisan, saya koreksi lalu kita membicarakan poin-poin yang masuk dalam catatan. Di antara itu pula kami membicarakan perihal draft dan kesesuaian tulisan dengan target yang sudah dituliskan.

Mbak Lini meluangkan waktu secara sadar diri untuk menulis. Itu pun dilakukan secara kontinyu. Target terdekat tentu saja dapat posting tulisan di platform kepenulisan. Biar apa? Dapat cuan tentunya. Melihat semangat Mbak Lini, memantik semangat saya untuk bisa menulis lagi secara rutin. Setidaknya semingu sekali.

Kesepakatan Waktu Mentoring

Komunikasi menjadi aspek penting dalam mencari kesepakatan. Pun bagi saya dan mentor. Berhubung ada kesibukan di jadwal yang sudah ditentukan, kami lebih memilih untuk telepon via wa bersama Mbak Lini. Melalui chat dan voice note bersama Mbak Tika.

Bila ingin membuat mentoring lebih hidup, baca di sini.

Waktu mentoring yang sudah disepakati:

Mentoring fiksi bersama mentee—Mbak Lini: hari Kamis jam 10.00 WIB

Mentoring artikel dalam blog bersama mentor—Mbak Kartika: hari Jumat jam 20.00 WIB

Kemajuan Saya Selama Mentoring

Dalam hal ini, saya memfokuskan diri untuk bisa upgrade skill menulis. Berhenti selama dua tahun membuat saya seperti jalan di tempat. Saya tidak ingin berdiam diri. Perlu adanya penyesuaian dan usaha. Adanya bayi bukanlah halangan untuk menulis, asalkan kita bisa mencari celah untuk bisa menerapkannya.

Seharusnya, minggu kemarin saya hanya menyetorkan rencana konten blog. Namun, karena terlalu bersemangat tulisan artikel pun sudah bisa dinikmati. Tema yang saya ambil berupa pengalaman dalam membersamai tumbuh kembang si sulung (ADHD). Terutama perihal tahap awal saat menerima diagnosis itu.

Selama menulis tidak ada paksaan apalagi blocking perihal tema ataukah tulisan. Semuanya bisa berjalan sesuai planning. Dalam waktu 3 hari, awal tulisan hingga posting dapat tuntas. Saya seperti menemukan formula untuk bisa menuliskan artikel yang menurut saya berkualitas dan layak baca.

Sejak memiliki bayi lagi, efektivitas waktu sangatlah penting. Saya harus mampu membagi perihal membersamai anak/ suami, pekerjaan rumah dan menulis. Semua harus punya porsi agar bisa berjalan secara optimal. Nah, di sinilah saya mulai bisa menulis di hari Jumat/ Sabtu. Minggu pengendapan sekaligus waktu posting.

Dari Mbak Tika—mentor kepenulisan saya, ada beberpa hal yang perlu dikuatkan. Salah satunya mengenai sumber bacaan. Penulisan pun ada yang terlewat untuk cetak miring/ tebal. Demi perbaikan ke depannya, saya mencoba menerapkan saran itu di artikel kedua ini yang bertemakan perjalanan diet menurunkan berat badan 25 kg.

Perasaanku saat Mentoring

Mmentoring di alam terbuka

Minggu ini saya merasa dalam kondisi prima untuk melakukan sesuatu. Positive vibe tercipta. Jadilah saya puas dengan pencapaian yang saya lakukan. Ibaratnya, proses mentoring dilakukan di alam terbuka. Pembicaraan santai. Suasana nyaman untuk diskusi. Baik mentor atau mentee mampu saling menghargai. Tidak ada yang merasa superior. Dari hasil diskusi, apa yang dihasilkan tidak main-main. Tulisan yang bermakna.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *