Terinspirasi IIDN, Akhirnya Yakin Punya Blog Sendiri

Serasa memiliki buku solo, begitulah perasaan saya ketika mendapat akun dan password blog dengan nama pena apiidasokoomah. Ada semacam getaran aneh dalam diri, akhirnya setelah menabung selama berbulan-bulan saya mampu membuat personal blog secara serius. Alhamdulillah. 

Tak Sengaja Kenal IIDN

Dulu, profesi impian saya menjadi novelis. Belajar pun sebatas di media sosial atau di komunitas kepenulisan. Saya mengikuti satu demi satu kelas kepenulisan, lomba dengan berbagai genre pun tak luput diikuti. Hasilnya, novel pernah terjaring hingga menjadi pemenang di sebuah penerbit Indie.

Terpesona akan kebahagiaan, saya menjadi jumawa. Segala cara ditempuh untuk lebih show up. Berharap diakui. berharap dipuji. Hingga akhirnya saya mengalami kebuntuan dan menempuh jalan sesat, plagiarisme.

Inilah yang akhirnya membuat saya mundur (berdasarkan refleksi teman dan keluarga). Emosi labil, pekerjaan rumah terbengkalai, pun dengan bocil. Hari demi hari berjalan tanpa adanya pujian, yang bertahan hanya keluhan.

Kemampuan saya stagnan. Ada keraguan akan kemampuan diri. Ada perasaan tertekan, semakin lama semakin menjulang. Takut tulisan tidak dihargai. Takut gagal dalam penjualan novel. Takut kritik yang menjurus pada body shaming. Pun takut menghadapi komentar kebencian.

Saya sempat vakum dan mencoba berjualan, tetapi tidak berjalan karena jiwa tidak enakan. Posisi saya sebagai ibu muda dengan bocil di rumah, menambah porsi tekanan dalam diri. Apalagi saat itu, saya dan suami mulai menjalani LDR. Support sistem yang selama ini saya impikan terenggut begitu saja.

Mulai masa galau nih!

Hingga suatu hari, saya tahu IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) dari instagram. Awalnya hanya terlintas begitu saja, tidak ada ketertarikan. Saat itu, pikiran saya hanya ingin mencari hiburan. Ah, paling seperti komunitas menulis lainnya.

Kali kedua dan ketiga belum ada perubahan. Hingga suatu hari, perasaan saya tergugah setelah melihat berita mengenai kumpulan blogger perempuan di Indonesia. Kemandirian mereka sebagai ibu rumah tangga, menggugah kesadaran. Oh, aku lo juga bisa berdaya dari rumah.

Dari sanalah saya menemukan nama IIDN.

Mengenal lebih Dekat dengan IIDN

Komunitas IIDN dilahirkan oleh Indari Mastuti pada 24 Mei 2010. Merasa penasaran akan sosok di balik IIDN ini, saya mencoba searching lagi. Wow, perempuan pejuang literasi yang produktif dengan menelurkan berbagai jenis buku, layak diapresiasi.

Indari Mastuti, dengan salah satu karyanya

Fulltime vs Working Mom.

Di antara buku beliau yang hits: Makanya Jangan Sok Seksi (2005), Ibu Bertanya Ibu Gelagapan (2018) dan Virus Mompreneur! Kiat-kiat Menjadi Ibu dengan Memulai dan Mengembangkan Bisnis Sendiri (2018). Tentunya masih banyak lagi karya beliau yang tak dapat dituliskan satu persatu.

Tak berhenti sampai di sana, beliau juga mendirikan penerbit Indie, Indscript creative. Kelas menulis perempuan dan juga kelas bisnis/ entrepreneur.

IIDN sendiri dirawat dan ditumbuhkan untuk menaungi produktivitas para ibu, seperti IRT (ibu rumah tangga). Nah, dari sini saya jadi merasa terpanggil.  Di dalam komunitas kepenulisan aktif nan menginspiratif kita difasilitasi untuk berkembang di berbagai sektor pekerjaan dan pendidikan khususnya menulis blog.

Kesan Kelas IIDN yang Saya Ikuti

Bagaimana mau memberi kesan kalau belum ikut serta dan terlibat di dalamnya? Yah, begitulah. Nyicip dulu.

Kenal IIDN membuat jiwa petualang saya tergoda. Dari berbagai kelas yang ditawarkan akhirnya saya mengikuti kelas buku Solo, menjadi bagian marketing penjualan IIDN. Pelatihan mengatasi inner child bersama ruang pulih dan beberapa pelatihan lain khusus untuk meningkatkan kemampuan ngeblog, di antaranya blog tour, kompetisi liputan festival perempuan 2021, blog competition preparation dan lainnya.

Kelas Buku Solo

Ikut kelas ini serasa sudah bisa dan mampu. Namun, ketika dihadapkan dengan cara merawat buku, ada rasa malu. Menulis buku tidak berhenti ketika buku sudah jadi. Kita perlu mengenalkan, membuat branding dan menjual tentunya.

Sentilan dari fasilitator dan pemateri seperti Mbak Widyanti Yuliandari akhirnya menyadarkan saya kalau menulis itu harus berasal dari hati, dari dalam diri. kalau kita tidak berjuang hingga akhir, tak akan ada hasil. Pun setelahnya, masih ada perjuangan untuk bisa mengenalkan buku ke hati pembacanya.

Permasalahan teknis seperti PUEBI, pemilihan narasumber hingga konsistensi cara penulisan narasumber tak luput dari pendalaman materi dalam kelas. Yang tak kalah penting, bagaimana peserta didorong untuk lebih PD akan hasil yang didapat.

Tidak ada yang namanya sempurna, sekali dua kali penulisan buku pasti ada kekurangan. Celah inilah yang nantinya kita gunakan untuk selalu memperbaiki kualitas diri.

Belajar Marketing Penjualan

Ada dua makna yang tentunya saya dapatkan dan masih melekat hingga sekarang, percaya diri dan aksi.

Percaya diri diambil dari sikap, tutur kata dan apa yang kita tampilkan di depan calon pembeli salah satunya di media sosial. Tak bisa dipungkiri, media sosial adalah sarana untuk berjualan. Kita sebagai penyedia produk dan jasa, perlu aktif tetapi tidak agresif.

Sedangkan dalam aksi, butuh konsistensi untuk memahami alogaritma media sosial itu sendiri. Seperti instagram, jam produktif di pagi hari 8-10, siang setidaknya waktu istirahat siang. Pun kalau malam sekitar selepas makan malam, jam 8 malam. Selain rajin posting juga ada evaluasi, apakah konten atau apa yang kita tampilkan menarik minat atau justru malah sebaliknya.

Memikirkan konten menjadi permasalahan serius bagi saya, walau sudah ada bantuan template ataukah jadwal, ada rasa kurang puas di dalamnya. Di sinilah saya merasa belum siap. Butuh waktu lama untuk sekadar memikirkan satu konten.

Menata Kesehatan Mental Bersama Ruang Pulih dan IIDN

Melalui IIDN saya mengenal ruang pulih dan tahu permasalahan innerchild yang saya rasakan. Perlahan lahan, saya mengidentifikasi masalah, cara menyalurkan, proses penyelesaian hingga cara healing yang tepat. 

Menulis adalah jalan yang sekiranya sesuai dengan pilihan. Namun, bila dikaitkan dengan proses healing harus disesuaikan denagn kepribadian dan visi misi hidup kita. Berbekal hasil diskusi dengan suami, ngeblog salah satu jalan untuk bisa waras hingga saat ini.

Titik Tolak Saya Membuat Blog

Menulis blog itu unik. Dalam sekali waktu kita bisa beralih dalam topik lain. Melalui targetan 2x menulis seminggu, ada waktu untuk membaca, riset dan juga menuliskan semuanya dalam bentuk postingan.

Kejenuhan hilang. Topik berbeda. Tantangan juga beragam.

Pun untuk bahasanya tak terlalu rumit dan personal. Ini gue, ini ruangan milik gue sepenuhnya. Apa pun di dalamnya bisa mencerminakan siapa diri kita. Inilah yang membuat saya lebih bebas, fleksibel dan menemukan ketenangan dalam menulis.

Dari sanalah saya mulai kenal lebih dalam mengenai blog. Apa blogger itu, siapa blogger itu dan kenapa jenis blognya berbeda (terakhir saya tahu namanya niche ternyata).

Magnet untuk bergabung dengan IIDN semakin kuat. Satu persatu syarat untuk menjadi anggota saya baca. Satu yang paling krusial harus memiliki blog aktif. Hm, saya pun akhirnya bongkar-bongkar file password.

Sebelumnya, di tahun 2019 saya memiliki blog tetapi tak bertahan. Saat itu, saya tak fokus, pemikiran saya terpecah. Impian saya masih menggebu sebagai novelis, jadilah blog hanya menjadi selingan.

MATI

Ibarat tanaman, blog saya sudah tumbang. Untuk memulai lagi perlu biaya lebih. Di saat itulah saya bimbang. Lanjut atau berhenti!

Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya tahun 2021 saya memutuskan untuk membuat blog baru.

Ada cerita ngeselin sekaligus pemantik (secara paksa) untuk serius menjadi blogger. Saat itu, ada tawaran dari teman membuat domain, beli tiga bisa diskon. Cukup murahlah, katakan 1.300.000 untuk tiga orang.

Saya tergoda dong! Bila buat mandiri uang tak cukup, untuk pakai tawaran itu masih bisalah ya diakali. Akhirnya, setelah bolak balik melihat tulisan, prestasi dan peluang mendapat cuan yang dihasilkan blogger di IIDN saya terpancing.

Buat dululah, nanti mau bagaimana bisa dibicarakan di akhir.

Tanpa berpikir panjang, saya memutuskan ikut serta dengan mengajak kenalan dari komunitas kepenulisan. Nyatanya! Setelah semua dibayarkan dengan uang pinjaman suami, saya harus menelan kekecewaan.

“Aku tidak jadi buat blog, tidak ada laptop atau komputer di rumah.”

“Ih, enakan gratis. Ternyata ribet. Paswordku kok salah melulu!”

Ya Allah, rasanya pingin nangis. Tabungan amblas, minus pula.

Ngeblog itu Menenangkan

Semula saya bingung mau menuliskan apa, apakah saya punya ciri khas dan masih banyak pemikiran lain. Sempat ragu mau menulis apa, saya akhirnya berfokus pada kehidupan rumah tangga, parenting, ataupun seksualitas.

Blogger pemula, apakah bisa langsung dapat uang?

Uang adalah pertanyaan suami sewaktu kami diskusi lebih lanjut. Apakah blog nantinya akan bernasib seperti bisnis buku yang sebelumnya saya ikuti?

Tidak bisa dianggap salah atau sepenuhnya benar, suamimelihat kerja itu dilihat hasilnya, proses adalah urusan mandiri. Saat itu, saya tak mampu menjawab. Namun, karena ingin cepat move on, kami membuat kesepakatan.

Boleh menulis asalkan pekerjaan utama, anak, rumah dan keluarga tetap jadi prioritas. Satu lagi, rumah harus menjadi titik tolak untuk melangkah.

Karena itulah, saya tidak melewatkan untuk masuk dan terlibat dalam kegiatan IIDN. Menjadi bagian IIDN adalah kebanggaan. IIDN tempat saya berkembang sekaligus berdampak.

Pelayanan IIDN Optimal nan Ramah

Pelayanan? Yups. Layaknya rumah singgah, perlu adanya fasilitas memadai nan berkualitas untuk bisa menarik anggota baru sekaligus mengayomi anggota lama.

Komunitas hanya akan menjadi wadah tak berarti tanpa pengurus yang setia dan sepenuh hati menjalankannya. IIDN nyatanya mampu mengatasi semua itu. Pengurus seperti, Mbak Nunu Amir, Mbak Alfa Kurnia, Mbak FItria rahma dan lainnya mampu membaur dengan anggota.

Semuanya memberikan semangat dan energi tersendiri. Dari tour blog yang saya lakukan, muncul jiwa bersaing untuk bisa konsisten menulis.

Bisa dibilang sudah hampir setahun, saya tergabung di IIDN, ada pengalaman membekas yang sejatinya penuh hikmah. Entah itu berasal, dari sesama blogger ataukah pengurus, selalu ada hikmah yang dapat dipetik darinya.

  1. Di grup wa, saya mengenal istilah blogwalking. Dari sini saya belajar pentingya kita berkomunitas. Zaman sekarang, blogger sudah menjamur, jika dibandingkan dengan yang lain, pemula seperti saya ini butuh sokongan sekaligus guru (sengaja atau tidak). Membaca dari blog satu ke yang lain, memberikan pandangan mengenai keberagaman dan karakteristik dari blog itu sendiri.
  2. Pun di grup wa, saya dapat mengikuti lomba atau event. Yah walau pengalaman pas-pasan, ada saja jalan untuk selalu menulis. Dari sini saya belajar untuk berani. Semuanya di awali sebagai pemula. Tidak ada yang langsung ahli, ada trial dan error. Pesan ketua IIDN ini menyuntik semangat saya untuk selalu belajar dan belajar.
  3. Komitmen. Mengikuti kegiatan yang diselenggrakan IIDN, pasti ada syarat dan juga batas waktu. Di antara jeda itu, kita dituntut untuk lebih bisa mengatur manajemen waktu, manajemen diri dan juga menjaga hubungan dengan pihak penyelenggara yang telah bekerjasama dengan IIDN.
  4. IIDN menjadi sarana saya untuk mendapat hadiah buku setelah sekian lama. Bikin Ketawa hadir di tengah kegalauan mau menulis antologi/ novel lagi ataukah ngeblog.
  5. Dari IIDN saya pertama kali mendapat hampers. Menyelesaikan tantangan lomba blog suatu keberhasilan. Hasil tulisan kita dibaca pun sebuah penghargaan, apalagi kalau dihargai dalam bentuk sesuatu yang dapat kita nimati bersama keluarga. Berawal dari hal kecil, semoga bisa bertumbuh menjadi sesuatu yang lebih besar.
  6. Grup khusus event membantu mengenali blogger, selain itu membantu update info seputar lomba. Secara tak langsung, kepo dengan sesama anggota dapat menambah wawasan seputar dunia blogger. Tak berbeda jauh dari tour blogging, kita juga bisa intip nih tulisan pemenang yang memiliki kualitas memadai nan bernas.
  7. Adanya acara seperti preparing for blog competition dengan isian pengalaman, tips dan trik dari pemateri untuk menjinakkan lomba hingga menjadi pemenang, sangat membantu. Materi di dalamnya lebih mudah dipahami dan diaplikasikan. Selain belajar dari blogger lain, kita juga dituntut untuk lebih optimal dalam evaluasi diri.

Ucapan dari Lubuk Hati Terdalam

Layaknya seorang anak usia 12 tahun, IIDN sudah memasuki gerbang kedewasaan. IIDN sebagai tempat naungan blogger perempuan semoga tetap berjaya seperti kondisi sekarang. Pun untuk ke depannya, semoga lebih berkembang dan selalu menebar manfaat tanpa melupakan identitas diri.

Dari seseorang yang sudah terlanjur jatuh cinta, ada celah yang perlu ditambal. Tak mengurangi bentuk penghargaan, pada IIDN, ada uneg-uneg yang mengganjal.

Jika diibaratkan dalam satu kelompok/ grup WA ada pemenang, ulasan tentangnya tentu sangat ditunggu dari anggota pemula seperti saya. Tak perlu lama, setidaknya pengurus dan yang lain ada diskusi seputar lomba. Poin mana sih yang menjadi kelebihannya. Khususnya ketika pemenang sudah diumumkan.

Mengapa tulisan itu yang bisa menang?

Kenapa tulisan kita belum berkembang?

Bukankah, kadang kita lebih mudah belajar bila ada teman atau tentor yang bersikap sebagai sarana evaluasi sekaligus perbaikan?

So, sekali lagi selamat IIDN. Bersama kita bisa. Semoga dari grup atau kelompok yang ada, terjadi perubahan signifikan untuk berkembang, selalu update ilmu. Namun, tak melupakan untuk berbagi.

Setelah ini mau nulis apa lagi ya?

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *